Jakarta –
Rapat Panitia Khusus (Pansus) hak angket DPR terkait ibadah haji 2024 sempat memanas saat memanggil Irjen Kemenag Faisal Ali Hasyim sebagai saksi dalam rapat. Anggota Pansus Angket Haji DPR, John Kenedy Azis, mencecar Faisal langkah apa yang diambilnya sebagai irjen kementerian soal perubahan kuota haji khusus secara sepihak oleh pihak Kemenag.
“Dari sisi internal Saudara, kapan Anda mengetahui bahwa Kementerian Agama tidak mematuhi kesimpulan rapat kerja itu?” tanya John dalam rapat pansus di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2024) malam.
“(Rapat kerja) tanggal 13 Maret itu, Bang. Saya pribadi ya, tapi ini kan kita tidak terlibat terlalu sering ya,” ujar Faisal.
John menganggap adanya penyimpangan yang dilakukan Kemenag terkait pelaksanaan porsi kuota haji khusus yang sebelumnya sudah diputuskan dalam kesimpulan rapat Komisi VIII DPR bersama Kemenag. Dia lantas mempertanyakan apakah ada langkah tertentu yang diambil Faisal selaku Irjen Kemenag terhadap pihak Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag.
“Seorang Irjen ketika mengetahui adanya penyimpangan itu, saya menyebutnya penyimpangan ya, karena apa, kesimpulan rapat itu adalah produk hukum antara pemerintah dengan DPR. Kesimpulan rapat itu urutannya, keluar Perpres atau Keppres, Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden, betul, ya. Menurut Saudara saksi, ketika saudara mengetahui tentang adanya penyimpangan itu, apakah Saudara saksi melakukan pembenaran terhadap penyimpangan itu atau saudara melakukan suatu teguran terhadap penyimpangan itu? Saudara sebagai Irjen ini,” tegas John.
“Ya pada dasarnya setiap kali ada hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan atau norma-norma yang ada ya katakanlah seperti tadi, ada kesepakatan yang tidak dilaksanakan tentu kita tanya, kenapa sih alasannya, kesepakatan ini tidak dilaksanakan,” ujar Faisal.
“Hanya sekadar bertanya?” timpal John.
“Ya tadi, tadi karena mereka menjawab bahwa kita harus mempertimbangkan aspek keselamatan,” jawab Faisal.
John kembali mencecar langkah yang diambil Faisal usai mendapat penjelasan singkat dari Dirjen PHU Kemenag Hilman Latief tersebut. Merespons itu, Faisal mengatakan ihwal pengaturan kuota haji khusus itu merupakan urusan di internal Ditjen PHU.
“Jadi berdasarkan pertimbangan yang diberikan oleh Irjen itu saudara dapat memahami atau membenarkan penyimpangan itu?” kata John.
“Saya tidak dalam konteks membenarkan atau,” ujar Faisal terpotong.
“Loh saudara seorang Inspektorat Jenderal, kok, harus dong, ‘Oh ini saudara nggak benar’, ‘ini salah’,” kata John.
“Ya itulah makanya saya ketika itu saya menanyakan kenapa ini nggak dikomunikasikan dengan,” ujar Faisal kembali dipotong John.
“Lah iya, setelah dijawab seperti itu, seorang Irjen, bagaimana saudara melihatnya, apakah melakukan pembenaran, ‘Oh iya lah, siap, teruskan saja’, atau melakukan suatu teguran bahwasanya memberikan surat peringatan atau apa sanksinya?” tanya John.
“Ya karena kuota itu kan lebih ke masalah kebijakan di manajemen, Pak. Jadi kebijakan di internalnya PHU,” ujar Faisal.
John menanyakan kepada Faisal soal benar tidaknya langkah di internal Kemenag atas perubahan jumlah kuota haji khusus dari apa yang telah diputuskan dalam kesimpulan rapat bersama Komisi VIII DPR.
“Sekarang saya tanya kepada saudara, saudara tahu nih ada kesimpulan rapat tapi tidak dilaksanakan itu kesalahan apa tidak?” tanya John.
“Ya tentu tidak tepat itu, Bang,” ujar Faisal.
John menanyakan sanksi apa yang diberikan oleh Faisal. Namun Faisal menuturkan sanksi tidak diberikan lantaran pihak Ditjen PHU telah menyampaikan pertimbangan soal perubahan kuota itu.
“Ketika saudara mengatakan tidak tepat, seorang Irjen, apa sanksi yang saudara berikan?” tanya John.
“Kita tidak bisa memberikan sanksi ketika pelanggaran itu, tentu yang saya sebutkan tadi karena alasan-alasan yang dengan pertimbangan masalah keselamatan,” jawab Faisal.
“Jadi Saudara membenarkan pemerintah ketika kesimpulan rapat, produk hukum rapat, itu diubah?” cecar John.
“Itulah yang kemudian saya sampaikan ke Pak Dirjen (PHU) ini, apakah nggak dibangun komunikasi dengan Komisi VIII untuk membahas kembali bahwa kesimpulan sebelumnya itu ternyata tidak bisa dilaksanakan. Sehingga harusnya ini kan, kalau bicara kesimpulan sebelumnya kan ini wajib dilaksanakan, tapi kalau dalam pandangan teman-teman di PHU itu kan ini adalah constraint di lapangan, terkait dengan masalah penyiapan layanan dan lain sebagainya,” jelas Faisal.
“Nah itu yang kemudian saya sampaikan, apakah ini tidak dikomunikasikan dengan Komisi VIII untuk didiskusikan bahwa ini ada kesimpulan yang tidak bisa dieksekusi dengan baik, dengan pertimbangan, bla-bla-bla…, begitu,” sambung dia.
(fca/isa)