Jakarta –
Peringatan Hari Internasional Korban Penghilangan Paksa atau International Day of the Victims of Enforced Disappearances jatuh pada tanggal 30 Agustus. Hari ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa penghilangan paksa merupakan sebuah kejahatan yang seharusnya tidak digunakan sebagai sebuah alat untuk menghadapi situasi konflik.
Berikut serba-serbi Hari Internasional Korban Penghilangan Paksa.
Dilansir situs PBB, penghilangan paksa sering digunakan sebagai strategi untuk menyebarkan teror di dalam masyarakat. Rasa tidak aman yang ditimbulkan oleh praktik ini tidak hanya dirasakan oleh kerabat dekat orang yang hilang, tetapi juga memengaruhi komunitas dan masyarakat secara keseluruhan.
Penghilangan paksa telah menjadi masalah global dan tidak terbatas pada satu wilayah tertentu di dunia. Penghilangan paksa yang dulunya sebagian besar merupakan produk kediktatoran militer, kini dapat dilakukan dalam situasi konflik internal yang rumit, terutama sebagai sarana penindasan politik terhadap lawan.
Menurut Deklarasi tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, yang diumumkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 47/133 tanggal 18 Desember 1992 sebagai kumpulan prinsip bagi semua Negara, penghilangan paksa terjadi ketika:
“Seseorang ditangkap, ditahan, atau diculik tanpa keinginannya atau dirampas kebebasannya dengan cara lain oleh pejabat di berbagai cabang atau tingkatan Pemerintah, atau oleh kelompok terorganisasi atau individu swasta yang bertindak atas nama, atau dengan dukungan, langsung atau tidak langsung, persetujuan atau persetujuan diam-diam dari Pemerintah, diikuti dengan penolakan untuk mengungkapkan nasib atau keberadaan orang yang bersangkutan atau penolakan untuk mengakui perampasan kebebasan mereka, yang menempatkan orang tersebut di luar perlindungan hukum”.
Baik Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional, yang mulai berlaku pada 1 Juli 2002, maupun Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 20 Desember 2006, menyatakan bahwa jika dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang ditujukan kepada penduduk sipil, “penghilangan paksa” memenuhi syarat sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan, dengan demikian, tidak tunduk pada undang-undang pembatasan. Undang-undang ini memberikan hak kepada keluarga korban untuk mencari ganti rugi, dan menuntut kebenaran tentang hilangnya orang yang mereka cintai.
Asal-usul Hari Internasional Korban Penghilangan Paksa
Melalui Resolusi 65/209 pada Sidang Umum PBB tanggal 21 Desember 2010, Majelis Umum PBB menyatakan keprihatinannya yang mendalam terhadap meningkatnya penghilangan paksa di berbagai wilayah di dunia, termasuk penangkapan, penahanan dan penculikan serta penghilangan orang.
Melalui resolusi yang sama, Majelis Umum PBB menyambut baik diadopsinya Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Selain itu, Majelis Umum PBB juga memutuskan untuk mendeklarasikan tanggal 30 Agustus sebagai Hari Internasional Korban Penghilangan Paksa, yang diperingati mulai tahun 2011.
(kny/imk)