Jakarta –
Pengamen ondel-ondel, dengan modal ondel-ondel berjalan dan gerobak kecil dilengkapi dengan piranti audio lawas melodi lagu Betawi, sedangkan pemainnya memakai kaus dan celana hitam ditambah songkok merah, kian menguatkan tampilannya sebagai ‘Orang Betawi’.
Biasanya, pengamen ondel-ondel dilakoni tiga orang hingga satu keluarga, ada yang menjadi ondel-ondel, mendorong gerobak hingga membawa kaleng bekas untuk menadah receh atau lembaran uang. Jakarta, bukan satu-satunya kota tempat pengamen semacam ini eksis. Sejumlah kota pinggiran Jakarta semacam Bekasi, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan juga marak.
Diketahui, ondel-ondel adalah salah satu ikon kebudayaan bagi masyarakat Betawi yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2017. Aturan tentang ondel-ondel ini ditetapkan secara langsung oleh pejabat pelaksana Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017.
Dalam peraturan tersebut juga diberikan kriteria penggunaan ondel-ondel sebagai salah satu ikon kebudayaan masyarakat Betawi. Penetapan Ikon Budaya Betawi sebagaimana dimaksudkan sebagai upaya pelestarian melalui pengenalan yang menggambarkan ciri khas masyarakat Betawi dan jati diri Provinsi DKI Jakarta sebagai daya tarik wisata.
Tujuan penetapan Ikon Budaya Betawi bertujuan, meningkatkan rasa ikut memiliki dan menanamkan kebanggaan terhadap budaya Betawi secara aktif dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah; dan sebagai sarana promosi kepariwisataan dan mendorong perkembangan industri kreatif berbasis budaya.
Atas dasar tersebut, Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth meminta kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penertiban terhadap pengamen menggunakan seni tradisional Betawi, ondel-ondel, hal itu dilakukan agar menjaga keluhuran budaya Betawi.
“Budaya bangsa, termasuk kesenian Betawi seperti ondel-ondel harus ditempatkan ke tempat yang baik. Pemprov DKI sebagai penanggung jawab tunggal dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dalam menyelenggarakan otonomi daerah mempunyai kewajiban melestarikan dan melindungi nilai sosial budaya masyarakatnya serta dapat membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya. Tetapi seiring berjalannya waktu terjadi pergeseran fungsi ondel-ondel yang digunakan untuk mencari uang dengan mengamen,” kata Kenneth dalam keterangannya, Sabtu (31/8/2024).
Saat ini, sambung pria yang akrab disapa Bang Kent itu, penggunaan ondel-ondel sebagai alat untuk mengamen menjadi masalah tersendiri karena ondel-ondel sebagai budaya ditujukan bukan untuk seperti yang saat ini sering di temukan di jalan-jalan. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 11 Perda Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Salah satu ayatnya berbunyi, “Memanfaatkan ruang publik, hotel, tempat perbelanjaan, kantor pemerintahan, gedung kesenian, gedung sekolah dan media massa sebagai upaya pelestarian kesenian Betawi.
Sebagaimana di atur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2017 Fungsi Penggunaan dan Penempatan Ondel-Ondel: 1. Sebagai pelengkap berbagai upacara adat tradisional masyarakat Betawi. 2. Sebagai dekorasi pada acara seremonial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, festival, pentas artis asing, pameran, pusat perbelanjaan, Industri Pariwisata, gedung pertemuan dan area publik yang memungkinkan dari aspek estetika dan keselamatan umum. 3. Penempatan di sisi kanan kiri pintu masuk, di lobby sebagai pelengkap photo (photo wall), di panggung pementasan atau dalam bentuk visual di LED/Videotron, atau di tempat lain sesuai estetika
“Pemerintah Daerah sebagai pihak pemilik budaya tradisional memiliki kewajiban dalam rangka pemeliharaan dan pengelolaan budaya tersebut, antara lain kewajiban untuk melakukan inventarisasi budaya, menjaga dan memelihara budaya dari segala bentuk pelanggaran maupun pemanfaatan budaya tradisional tanpa hak yang sah,” sambungnya.
Selain itu, kata Kent, Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga harus peduli terhadap sanggar-sanggar tradisional Betawi sehingga dapat terjalin kerjasama yang aktif dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DKI Jakarta serta mal-mal yang ada di Jakarta untuk menggelar pertunjukan ondel-ondel sebagai wujud kepedulian, dan tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta dalam menangani permasalahan pengamen ondel-ondel sekaligus pelestarian ondel-ondel di Jakarta.
“Pada prinsipnya kesenian ondel-ondel ini sudah harus mulai dilakukan pembinaan, mulai dari sanggar-sanggar Betawi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DKI Jakarta harus jeli dan sensitif, harus lebih serius dalam memikirkan budaya Jakarta, pelestarian budaya Betawi harus benar-benar jadi perhatian, sebagai contoh seperti di Bali. Seharusnya, ondel-ondel harus wajib dipajang disetiap gedung perkantoran dan mal, agar warga Jakarta tidak akan lupa dengan kesenian ondel-ondel ini,” tegas Kent.
Menurut Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu, Pemprov DKI harus rutin membuat kegiatan pagelaran kebudayaan Betawi sebagai perwujudan Jakarta menjadi Kota Kolaborasi di mana pemerintah, swasta, dan sanggar ondel-ondel bersama-sama melestarikan kebudayaan yang ada di Jakarta.
“Kegiatan ini bisa menjadi ajang pembuktian bagi pihak swasta, khususnya pusat perbelanjaan yang telah berkomitmen penuh mendukung Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 4 tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi lebih khusus pada pasal 4 ayat 2 poin b sampai d yang menjelaskan menyelenggarakan Pelestarian Kebudayaan Betawi sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah; melakukan kerja sama antar daerah, kemitraan, dan jejaring dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi; melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan Pelestarian Kebudayaan Betawi,” tuturnya.
Hal itu, kata Kent, merupakan perwujudan dalam implementasi hukum yang memberikan kepastian hukum kepada para pelaku kebudayaan ondel-ondel di Provinsi DKI Jakarta dengan memberikan perlindungan hukum. Kegiatan ini juga merupakan perlindungan yang diberikan kepada ondel-ondel sebagai Ikon Budaya Betawi sesuai dengan Pasal 1 Ayat 2 poin a Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2017. Sebagai bagian dari Ikon Budaya Betawi menetapkan upaya pelestarian melalui pengenalan yang menggambarkan ciri khas masyarakat Betawi dan jati diri Provinsi DKI Jakarta sebagai daya tarik wisata.
“Dalam hal ini, Pemerintah Daerah melalui Dinas Kebudayaan DKI Jakarta harus menjalankan tugas yaitu melakukan pelindungan hukum secara preventif terhadap salah satu Ekspresi Budaya Tradisional yaitu Ondel-Ondel, perlindungan yang dilakukan merupakan bentuk perlindungan hukum preventif karena bersifat pencegahan dan menjaga terjadinya penyimpangan, upaya yang bisa di lakukan oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta yaitu melakukan penginventarisasi, dan pembinaan ondel-ondel dengan mengadakan workshop serta menyelenggarakan pagelaran ondel-ondel diruang publik,” pungkasnya.
Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2017, ondel-ondel adalah salah satu ikon kebudayaan bagi masyarakat Betawi. Ikon Budaya Betawi sebagaimana dimaksud terdiri dari, Ondel-ondel; Kembang Kelapa; Ornamen Gigi Balang; Baju Sadariah; Kebaya Kerancang; Batik Betawi; Kerak Telor; dan Bir Pletok.
(mpr/ega)