Jakarta –
Hari Amal Internasional atau International Charity Day diperingati setiap tahun pada tanggal 5 September. Peringatan ini untuk menyadarkan dan memobilisasi masyarakat, LSM, dan pemangku kepentingan di seluruh dunia untuk membantu orang lain melalui kegiatan sukarela.
Berikut sejarah peringatan Hari Amal Internasional.
Dikutip dari situs PBB, tanggal 5 September sebagai Hari Amal Internasional dipilih untuk memperingati wafatnya Bunda Teresa dari Kalkuta, yang menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1979 “atas upaya yang dilakukan dalam perjuangan mengatasi kemiskinan dan kesusahan, yang juga merupakan ancaman bagi perdamaian.”
Bunda Teresa, seorang biarawati terkenal, lahir dengan nama Agnes Gonxha Bojaxhiu pada tahun 1910. Pada tahun 1928, ia pergi ke India dan mengabdikan dirinya untuk membantu orang miskin.
Lalu, pada tahun 1948, ia menjadi warga negara India dan mendirikan ordo Misionaris Cinta Kasih di Kolkota (Kalkuta) pada tahun 1950, yang terkenal karena karyanya di kalangan masyarakat miskin di kota tersebut.
Selama lebih dari 45 tahun, beliau melayani orang-orang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat, sambil membimbing ekspansi Misionaris Cinta Kasih pertama di India dan kemudian di negara-negara lain, termasuk rumah perawatan dan rumah bagi orang-orang termiskin dan tunawisma. Karya Bunda Teresa telah diakui di seluruh dunia dan ia telah menerima sejumlah penghargaan dan penghargaan, termasuk Hadiah Nobel Perdamaian. Bunda Teresa wafat pada 5 September 1997, di usia 87 tahun.
Sebagai pengakuan atas peran amal dalam meringankan krisis kemanusiaan dan penderitaan manusia di dalam dan di antara negara-negara, serta upaya organisasi amal dan individu, termasuk karya Bunda Teresa, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam resolusinya A / RES/67/105 menetapkan tanggal 5 September, peringatan wafatnya Bunda Teresa, sebagai Hari Amal Internasional.
Amal sebagai Solidaritas Global untuk Memberantas Kemiskinan
Amal, seperti halnya gagasan kesukarelaan, memberikan ikatan sosial yang nyata dan berkontribusi terhadap penciptaan masyarakat yang lebih tangguh. Badan amal dapat meringankan dampak terburuk dari krisis kemanusiaan, melengkapi layanan publik di bidang layanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan perlindungan anak.
Hal ini juga membantu kemajuan budaya, ilmu pengetahuan, olahraga, dan perlindungan warisan budaya dan alam serta mempromosikan hak-hak kaum kurang mampu serta menyebarkan pesan kemanusiaan dalam situasi konflik.
Dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 yang diadopsi pada bulan September 2015, PBB mengakui bahwa pemberantasan kemiskinan dalam segala bentuk dan dimensinya, termasuk kemiskinan ekstrem, merupakan tantangan global terbesar dan merupakan persyaratan yang sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan. Agenda tersebut juga menyerukan semangat penguatan solidaritas global, yang khususnya berfokus pada kebutuhan masyarakat termiskin dan paling rentan.
(kny/imk)