Jakarta –
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberi sertifikat tanah ulayat untuk sembilan masyarakat adat. Dia memastikan semua tanah ulayat akan mendapatkan sertifikasi demi kepastian dan perlindungan hukum.
Penyerahan sertifikat tanah ulayat dilakukan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tersebut di acara Konferensi Internasional tentang Pendaftaran Hak atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Indonesia dan Negara-negara ASEAN di The Trans Luxury Hotel, Bandung, sebagaimana siaran pers yang diterima detikcom, Jumat (6/9/2024).
“Kami akan memastikan bahwa setiap tanah ulayat masyarakat adat kami disertifikasi, juga untuk memberikan kepastian hukum, serta untuk melindungi tanah, dan orang-orang yang berhak menerimanya,” kata AHY.
Tanah ulayat merupakan perwujudan kepemilikan komunal yang mencerminkan hubungan mendalam antara masyarakat adat dengan lingkungannya. Menurut Menteri AHY, hubungan ini tidak hanya bersifat fisik, namun juga spiritual, kultural, dan sosial yang melindungi dan memelihara masyarakat itu sendiri.
Berikut adalah rincian 9 masyarakat adat yang menerima 15 sertifikat tanah ulayat:
– 1 Sertipikat HPL tanah ulayat untuk MHA Mukim Siem, Aceh;
– 1 untuk MHA (Masyarakat Hukum Adat) Mukim Seulimeum, Aceh;
– 4 untuk MHA Dayak Iban Menunga Sungai Utik, Kalimantan Barat;
– 1 untuk MHA Dayak Iban Menua Ungak, Kalimantan Barat;
– 2 untuk MHA Dayak Iban Menua Kulan, Kalimantan Barat;
– 1 untuk MHA Ketemenggungan Dayak Sami, Kalimantan Barat;
– 3 untuk Kerapatan Adat Nagari (KAN) Tanjuang Bonai, Sumatra Barat;
– 1 untuk MHA Kampung Naga, Jawa Barat; dan
– 1 untuk MHA Asah Duren, Bali
Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono memberi sertifikat untuk tanah ulayat masyarakat adat. (Dok Kementerian ATR/BPN)
|
Dengan demikian di era Menteri AHY, ada penambahan tujuh masyarakat adat yang berhasil diwujudkan sertifikat hak atas tanah ulayatnya.
Untuk memperkuat perlindungan masyarakat adat, Kementerian ATR/BPN melakukan penerbitan regulasi Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
“Kementerian ATR/BPN telah mengambil tindakan tegas dengan membuat regulasi yang kuat untuk mengelola tanah adat. Pada tahun 2021, kami memperkenalkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 yang memberikan Hak Pengelolaan untuk tanah ulayat. Ini merupakan tonggak penting. Selanjutnya tahun 2024 ini, atas arahan saya, kami telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 14, untuk menjamin pelaksanaan efektif administrasi pertanahan dan pendaftaran hak atas tanah adat bagi Masyarakat Hukum Adat kami,” tutur AHY.
Terkait pendaftaran tanah ulayat di Indonesia, AHY juga menjelaskan, hingga saat ini Kementerian ATR/BPN telah menerbitkan 24 Sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) untuk tanah ulayat yang mencakup hampir 850.000 hektare tanah di Sumatra Barat, Papua, Jawa Barat, Bali, dan Jambi.
“Tahun ini, kami telah menetapkan target untuk melakukan sertipikasi tambahan untuk 10.000 hektare di empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Selatan,” ujar AHY.
Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono memberi sertifikat untuk tanah ulayat masyarakat adat. (Dok Kementerian ATR/BPN)
|
Dalam Konferensi Internasional pertama di Indonesia yang membahas mengenai pendaftaran hak atas tanah ulayat ini, hadir ratusan peserta yang berasal dari berbagai negara. Di antaranya perwakilan World Bank, World Resources Institute, perwakilan Lembaga Pertanahan Luar Negeri se-Asia Tenggara: perwakilan National Committee of Indigenous People (NCIP) Filipina, perwakilan Department of Agriculture Land Management (DALAM) Ministry of Agriculture and Forestry of Laos, perwakilan Office of the National Land Policy Board Thailand, perwakilan Department of Land Thailand; perwakilan Masyarakat Hukum Adat dari 9 provinsi di Indonesia; peserta dari Kementerian ATR/BPN; perwakilan dari Kementerian-kementerian terkait; para akademisi, organisasi mahasiswa, dan perwakilan beberapa universitas yang aktif dalam meneliti dan memperjuangkan masyarakat hukum adat di Indonesia.
(dnu/rfs)