Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berkoordinasi dengan Dinas PPPA Sumatera Selatan (Sumsel) terkait kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap siswi berusia 13 tahun yang diduga dilakukan empat orang pelajar. KemenPPPA meminta pelaku diproses hukum sesuai undang-undang yang berlaku.
“Kami telah berkoordinasi dan memantau penanganannya bersama Dinas PPPA Prov Sumsel dan pihak-pihak terkait. Semua pelaku pidana harus diproses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, kepada wartawan, Kamis (5/9/2024).
Polisi saat ini telah menetapkan IS (16), MZ (13), AS (12), dan NS (12) sebagai tersangka. Nahar meminta agar pelaku yang masih berstatus anak diproses dengan sistem peradilan anak.
“Namun demikian karena pelakunya masih berusia anak, maka proses hukumnya perlu memperhatikan UU 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” tutur dia.
Nahar menilai ada banyak faktor empat tersangka yang masih di bawah umur melakukan pemerkosaan dan pembunuhan. Dia menyoroti pola asuh hingga penyalahgunaan handphone untuk mengakses pornografi.
“Kasus ini hanya nampak dipermukaan, pemicunya diduga banyak hal seperti kondisi ekonomi, pola asuh, pendidikan, dan teknologi informasi termasuk penyalahgunaan HP terkait pornografi,” jelasnya.
Nahar mengatakan pemerintah sedang menyusun aturan turunan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang keamanan anak di ranah daring, termasuk pembatasan akses media sosial bagi anak. Dia menargetkan aturan itu bisa tuntas tahun ini.
“Itu salah satunya dalam protokol keamanan bagi anak di ranah daring, dan pemerintah tahun ini sedang menyelesaikan 2 regulasi utama perlindungan anak di ranah daring baik untuk pemenuhan pedoman bagi K/L dan Pemda maupun sebagai pelaksana mandat UU 1 tahun 2024 tentang ITE,” katanya.
Dua aturan yang tengah disusun itu adalah rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik Dalam Perlindungan Anak, dan Rancangan Perpres tentang Peta Jalan Perlindungan Anak Ranah Dalam Jaringan.
KPAI: Kami Sangat Prihatin
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin dengan kasus tersebut. Dia mendorong agar kasus diusut menggunakan sistem peradilan anak, sebab pelaku masih di bawah umur.
“KPAI sangat prihatin dengan peristiwa ini. Anak perempuan menjadi korban kekerasan hingga meninggal dunia,” kata Komisioner KPAI Dian Sasmita secara terpisah.
Dian kemudian mengungkap data dari pengaduan online SIMFONI PPA, Kementerian PPPA terkait kekerasan terhadap anak tahun 2024. Menurutnya, pelaku kekerasan mayoritas dekat dengan korban.
“SIMFONI PPA mencatat kekerasan pada anak tahun 2024 total ada 10.597 dengan 3.378 korban laki-laki dan 8.332 korban. Karakteristik pelaku kekerasan seksual secara mayoritas adalah dekat dengan korban. Data berikut linier dengan pengaduan yang masuk di KPAI,” jelasnya.
Komisioner KPAI Dian Sasmita. (Foto: Anang Firmansyah/detikJateng)
|
Dian pun mendorong agar kasus ini diusut dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Dia juga mengapresiasi respons dari kepolisian.
“Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Palembang dan dilakukan empat anak laki-laki perlu penanganan yang khusus sesuai prosedur di UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Kami mengapresiasi upaya cepat Polres Palembang mengungkap kasus ini. Dan pelibatan PK Bapas sejak awal anak diperiksa,” ucap Dian.
Selain itu, Dian mengatakan KPAI berharap pemerintah daerah untuk meningkatkan rangkaian upaya pencegahan dan pengurangan risiko kekerasan pada anak. Hal itu, agar anak terlindung dari kekerasan.
“Sehingga anak anak dapat lebih terlindungi dari segala bentuk kekerasan,” kata dia.