Jakarta –
Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar etik. Usai putusan itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak agar nama Ghufron dicoret dari calon pimpinan (capim) KPK.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman awalnya menuturkan, semestinya Dewas menjatuhkan sanksi lebih berat dari sekadar pemotongan gaji 20%. Misalnya, memberikan catatan khusus kepada pansel dan DPR supaya nama Ghufron dicoret dari capim KPK.
“Harusnya sanksinya lebih berat pada posisi, bisa pemotongan gaji lebih banyak 50% juga ditambah yang bersangkutan tidak menjalankan tugas pimpinan KPK dengan baik atau cacat maka diberi catatan yang bersangkutan tidak lagi mencalonkan pimpinan KPK berikutnya atau bahasanya tidak layak menjadi pimpinan KPK periode berikutnya sehingga pansel dan DPR mencoret,” kata Boyamin kepada wartawan, Jumat (6/9/2024).
Ghufron saat ini menjadi salah satu peserta seleksi Capim KPK. Sejauh ini, 40 peserta capim KPK, termasuk Ghufron, telah selesai menjalani tes asesmen.
Boyamin mengaku khawatir jika sanksi yang dijatuhkan hanya hukuman sedang sehingga Ghufron masih bisa lolos dari seleksi Capim KPK mendatang. Padahal, kata dia, putusan Dewas yang menyatakan adanya pelanggaran etik membuktikan Ghufron tak layak menjadi pimpinan KPK untuk periode kedua.
“Karena saya khawatir kalau hanya sedang dan teguran tertulis dan denda 20% nanti oleh pansel dan DPR masih memungkinkan diloloskan. Padahal versi saya udah cacat sehingga tidak layak lagi,” tegasnya.
“Mestinya Dewas beri catatan atau dimasukkan dalam putusan yang bersangkutan dinyatakan tidak layak menjadi pimpinan KPK,” sambungnya.
Di sisi lain, Boyamin menegaskan perbuatan Ghufron tak hanya merugikan lembaga KPK, tetapi mencoreng citra NKRI dalam mengupayakan pemberantasan korupsi. Ia lantas menyinggung intervensi Ghufron dalam mutasi ASN yang menimbulkan kekhawatiran di Kementan.
“Kementerian Pertanian sebenarnya ingin yang bersangkutan bekerja di kantor pusat, tidak pindah ke daerah. Atas intervensi Ghufron pindah ke daerah sehingga kekurangan personel di kantor pusat. Itu yang dinamakan merugikan juga merugikan pemberantasan korupsi secara keseluruhan,” tegasnya.
Seperti diketahui, Dewas KPK menyatakan Nurul Ghufron melakukan pelanggaran etik. Dewas KPK pun menjatuhkan sanksi etik sedang ke Ghufron.
“Menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di kantornya, Jumat (6/9).
“Menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa selaku Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama 6 bulan,” sambungnya.
Dalam persidangan, Dewas KPK menilai Nurul Ghufron tidak terbukti melanggar pasal 4 ayat 2 huruf a Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang melarang insan KPK melakukan hubungan langsung dengan pihak terkait perkara di KPK. Dewas KPK mengatakan tidak ada nama Kasdi Subagyono yang saat itu menjabat Sekjen Kementan dalam dokumen pengumpulan informasi dari Deputi Inda KPK ke Pimpinan KPK terkait dugaan korupsi di Kementan pada 2021.
Dewas kemudian mempertimbangkan pelanggaran dugaan pelanggaran Pasal 4 ayat 2 huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang melarang insan KPK menyalahgunakan kewenangannya. Dewas KPK menyebut Ghufron menghubungi Kasdi pada 2022 terkait masalah mutasi ASN Kementan bernama Andi Dwi Mandasari.
Dewas mengatakan permohonan mutasi Andi sebenarnya telah ditolak oleh Kementan, dalam hal ini Kasdi yang menjabat Sekjen. Andi kemudian mengajukan pengunduran diri dari Kementan.
“Saksi Kasdi Subagyono memberi keterangan tidak akan memberi mutasi pada Andi Dwi Mandasari jika tidak ada permintaan dari terperiksa,” ucap Dewas KPK.
Dewas mengatakan Ghufron mengklaim menghubungi Kasdi atas alasan kemanusiaan. Namun Dewas tidak sepakat dengan alasan Ghufron.
“Setelah mutasi Andi Dwi Mandasari disetujui, terperiksa juga menghubungi saksi Kasdi Subagyono untuk mengucapkan terima kasih,” ucap Dewas KPK.
Dewas KPK juga mempertimbangkan soal Ghufron tidak menerima apapun dari bantuan mutasi itu. Dewas KPK mengatakan ada-tidaknya imbalan itu tak memengaruhi penyalahgunaan pengaruh Ghufron sebagai pimpinan KPK.
“Terperiksa harusnya menyadari apa yang dilakukannya tidak terlepas dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK,” ujar Dewas.
Dewas KPK menyatakan tindakan Ghufron menghubungi Kasdi adalah penyalahgunaan pengaruh. Dewas KPK juga menilai pengakuan Ghufron soal telah berdiskusi dengan Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata, tidak relevan.
“Terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi,” ujar Dewas KPK.
(taa/dnu)