Jakarta –
Mahfud Md merespons Kepala Presidential Communication Officer (PCO) Hasan Nasbi yang menyinggung soal menggunakan jet pribadi milik Jusuf Kalla (JK). Mahfud mengatakan naik jet pribadi merupakan undangan dari JK.
“Saya sudah mengklarifikasi bahwa itu hubungan keperdataan, diundang ceramah dijemput dan diantar dengan transport. Seperti saya mengajar di kampus mendapat honor dan transport saat menjadi pejabat. Bahkan saya lah yang menurut saya paling rajin melapor gratifikasi,” ujar Mahfud kepada wartawan, Rabu (18/9/2024).
Mahfud kemudian mengirimkan video soal penjelasannya terkait naik jet pribadi milik JK. Video itu diunggah di akun YouTube Mahfud MD Official. Dalam video itu, Mahfud menerangkan naik jet pribadi ke Makassar untuk mengisi khutbah di Masjid Al-Markaz Al-Islami.
“Naik private jetnya Pak JK, saya itu diundang oleh Takmir Masjid Al-Markaz untuk khutbah di sana, saya sering khutbah di sana, tapi suatu kali khutbah saya diajak berangkat oleh Pak JK, ‘Tidak perlu beli tiket, tidak perlu dikirimi tiket, saya mau ke sana, yuk satu pesawat’. ‘Kok ikut Pak JK gratifikasi apa ndak?’. Pak JK itu kan ketua dewan pembina takmir masjid, dia undang saya, lalu ngajak saya ‘Ayok saya jemput’, ndak ada honor, terus gimana caranya orang undang, terus saya datang, lalu dibilang gratifikasi,” kata Mahfud dalam video yang diunggah.
“Lalu dia bilang kalau bukan Ketua MK siapa yang mengundang, saya khutbah jauh sebelum jadi Ketua MK, sampai sekarang saya menjadi khotib di Masjid Istiqlal, punya jadwal rutin. Ada honornya besar, khutbah itu terkordinasi dengan baik, kalau Al-Markaz uangnya gede, tapi saya tak pernah mau terima uang, tapi kalau dijemput iya dong, kan ini urusan saya,” imbuhnya.
Mahfud kemudian cerita soal honor yang dia dapat dari mengisi khutbah di Istiqlal. Dia mengaku mengambil honor tersebut, tapi kemudian dimasukkan ke kotak amal masjid.
“Itu disaksikan oleh banyak orang. Tapi saya terima ini milik saya, apa ndak boleh begitu? Itu hubungan keperdataan. Terus saya memberi kuliah umum di kampus, rektor kasih tiket, karena ilmu saya, bukan sebagai Menko, saya nguji S3 di kampus, saya dateng dikasih honor, ndak boleh, sama begitu. Yang gratifikasi itu orang memberi ndak jelas maksudnya, itulah gratifikasi,” ucap Mahfud.
Mahfud lalu mengirim video lain yang berisi laporannya soal gratifikasi ke KPK. Mahfud mengaku rajin melaporkan gratifikasi ke KPK.
“Saya pernah dapat honor hadiah hari raya, paling tidak saya ingat itu ya, hadiah hari raya dari Pak Sutiyoso, waktu itu Pak Sutiyoso Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia, THR dari asosiasi, ‘Kenapa THR?’ ‘Karena bapak menjadi narasumber’, ‘Kan sudah dibayar’, ‘Ndak Pak, saya serahkan ke KPK,” kata Mahfud.
“Saya kira, saya orang pertama yang menyerahkan honor ke KPK, karena setelah menyerahkan, pimpinan KPK bilang, ‘Kalau pejabat ini nggak ada yang sadar ya melaporkan gratifikasi’. Berarti saya, saya merasa orang pertama yang paling sadar soal gratifikasi,” lanjut dia.
Mahfud juga menceritakan soal pemberian selama menjadi Ketua MK. Dia mengatakan pernah mengembalikan pemberian uang puluhan juta dan tropi setelah menerima penghargaan dari kantor media massa.
Lalu dia juga pernah menyerahkan ke KPK pemberian kurma dari Arab Saudi. Termasuk pemberian tas mewah sebagai oleh-oleh dari stafnya yang baru pulang dari Prancis.
“Kembalikan ke KPK, diambil KPK, KPK menilainya harganya Rp 17 juta,” Mahfud.
Sebelumnya, Hasan Nasbi memberikan pembelaan kepada Ketum PSI Kaesang Pangarep perihal dugaan gratifikasi jet pribadi. Hasan Nasbi menyinggung tokoh lain yang juga kerap menggunakan jet pribadi, dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri hingga mantan Menko Polhukam Mahfud Md.
Hasan menyebut Mahfud Md pernah mengakui sendiri menggunakan jet pribadi milik Jusuf Kalla. Hasan mempertanyakan kenapa tokoh-tokoh tersebut tidak dibikin heboh saat naik jet pribadi.
“Atau bahkan ada misalnya pejabat publik yang di masa dia menjabat naik private jet, Pak Mahfud misalnya, dan beliau mengakui sendiri beliau sering naik private jet dan lebih sering naik private jet Pak Jusuf Kalla, atau misalnya kita bisa lihat yang lain-lain lah toko-tokoh publik yang masih menjabat bahkan, yang naik private jet tapi ketika itu nggak heboh,” ujarnya.
Hasan menilai kehebohan ketika Kaesang naik jet pribadi dipicu karena kebencian yang menumpuk sehingga dijadikan momentum untuk melempar kritik. Hasan lagi-lagi mempertanyakan adakah motif di balik hal tersebut. Ia menduga adanya kesengajaan menyudutkan Kaesang dan Presiden Joko Widodo.
“Makanya saya merasa ini kayak semacam trial by press terhadap Mas Kaesang karena soal kebencian tadi, kebencian yang mereka tumpuk-tumpuk kemudian ketemu ini kemudian diglorifikasi, tapi kalau mau fair termasuk juga teman-teman media kalau mau trial by press, untuk Mas Kaesang libatkan juga dong yang lain, biar fair masyarakat melihatnya, ini kalau kalau hanya untuk untuk Mas Kaesang, kemudian mereka heboh tapi untuk yang lain Ibu Mega, Pak Mahfud, Ibu Puan dan yang lain-lain mereka nggak ambil pusing mereka, tapi untuk Kaesang tiba-tiba mereka begitu antusias. Ada apa di situ,” ujarnya.
“Ini kan pertanyaan nih apakah sengaja melakukan trial by press atau trial by netizen untuk menyudutkan Mas Kaesang atau menyudutkan Pak Jokowi kalau urusan hukumnya serahkan saja kepada penegak Pak, ini sama-sama nih statusnya ada orang bahkan ada orang yang sedang jadi pejabat publik kemudian naik private jet,” lanjut Hasan.
Hasan lalu mengungkit Mahfud Md yang tidak sekali pun dikritik para tokoh antikorupsi. Menurutnya, sikap para tokoh antikorupsi justru membelok-belokkan saat bicara soal dugaan gratifikasi Mahfud, dibanding dengan Kaesang yang tutup poin.
“Bahkan khusus untuk Pak Mahfud itu para pendekar antikorupsi meliuk-liuk jawabannya enggak ada yang lurus jawabannya satu pun, ya oke ini gratifikasi tapi ini apakah gratifikasi yang terlarang, katanya, loh kok tiba-tiba kalau untuk Pak Mahfud kemudian meliuk-liuk seperti itu, tapi kalau untuk Mas Kaesang straight to the point,” ucapnya.
(idn/rfs)