Jakarta –
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI melakukan penguatan penindakan hukum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE). Nantinya, korporasi yang melakukan tindak pidana akan ditindak tegas.
Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan nantinya ada tiga jenis kejahatan yang disasar. Di antaranya kejahatan yang berkaitan dengan perubahan keutuhan kawasan kelestarian alam maupun kawasan suaka alam, kejahatan perburuan perdagangan satwa dilindungi dan kejahatan yang berkaitan dengan tumbuhan yang dilindungi.
Dalam RUU KSDAHE, dilakukan penguatan terhadap penegakan hukum bagi para pelanggar. Penegakan hukum akan ditingkatkan melalui penguatan fungsi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
“Ini sangat penting dimana PPNS dapat melakukan upaya dan sebelumnya belum diatur, melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam perkara tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem,” kata Rasio Ridho di kantor KLHK, Kamis (19/9/2024).
Nantinya PPNS juga berhak meminta informasi pembicaraan melalui alat komunikasi para pelaku untuk menyelidiki dugaan tindak pidana. Penyidik juga dapat memblokir rekening dan melakukan penelusuran aset tersangka yang berkaitan dengan tindak pidana.
“Penyidik juga dapat meminta data kekayaan dan data pajak tersangka. Sehingga kita menelusuri dari mana sumber-sumber pendapatan termasuk aliran keuangan para pelaku atau tersangka,” jelasnya.
“Mengingat perkembangan teknologi sekarang, di dalam UU ini diatur salah satunya penggunaan alat bukti berupa informasi elektronik, dokumen elektronik, dan hasil cetak merupakan alat bukti yang sah. Jadi diberikan ruang penggunaan alat bukti elektronik,” imbuhnya.
Sanksi Berat untuk Pelanggar
Rasio Ridho merinci Ditjen Gakkum sudah menindak 500 kasus kejahatan di bidang konservasi. Sebanyak 430 perkara di antaranya sudah disidangkan.
“Ini menunjukkan ancaman terhadap kejahatan kawasan pelestarian alam dan suaka alam serta kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa yang dilindungi cukup tinggi,” kata dia.
Maka dari itu, melalui RUU KSDAHE dilakukan penguatan penegakan hukum untuk efek jera para pelaku. Dia menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 sebelumnya tidak diatur terkait penindakan korporasi. Mereka yang terbukti melakukan kejahatan terancam pidana maksimal 20 tahun dan denda Rp 50 miliar.
“Contoh kalau kejahatan yang dilakukan korporasi, berkaitan dengan perusakan perubahan keutuhan kawasan pelestarian alam ini korporasi diancam hukuman paling lama 20 tahun dan paling singkat 4 tahun. Dendanya Rp 50 miliar,” ujarnya.
Selain pidana pokok, akan dikenakan juga pidana tambahan. Korporasi tersebut juga terancam ditutup dan dibekukan buntut kejahatan yang dilakukan. Bahkan, lanjut dia, korporasi terancam dibubarkan.
“Ada beberapa pidana tambahan apabila kejahatan ini dinyatakan sebagai kejahatan korporasi. Maka pembayaran ganti rugi, biaya pemulihan ekosistem, kawasan suaka alam atau kawasan suaka kelestarian alam, diatur di sini. Biaya rehabilitasi, translokasi, dan pelepasan satwa liar ke habitat asli. Serta juga biaya pemeliharaan tumbuhan dan satwa yang tidak dapat mereka kembalikan ke habitat asli,” jelasnya.
“Pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu, penutupan seluruh kegiatan perusahaan, pembekuan semua atas kegiatan usaha, pembubaran korporasi. Hukumannya sangat berat. Di samping itu dapat dilakukan pidana tambahan dimana kekayaan atau pendapatan korporasi dapat disita oleh jaksa untuk memenuhi pidana tambahan yang tidak dapat dipenuhi,” imbuhnya.
(wnv/taa)