Jakarta –
Isu adanya kecurangan atau fraud di bidang kesehatan menjadi salah satu persoalan yang disorot KPK. Temuan KPK mengungkap nilai kerugian negara akibat fraud kesehatan mencapai triliunan rupiah.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam sambutannya di Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (19/9/2024). Alex awalnya mengingatkan sistem tata kelola yang transparan dan akuntabel bisa mencegah terjadinya fraud hingga korupsi.
“BPJS Kesehatan merupakan gotong rotong bersama dalam rangka membuat masyarakat Indonesia sehat. Ada iuran peserta ada juga juga subsidi pemerintah melalui APBN dan APBD, artinya ada uang negara dan dana publik didalamnya. Ini yang harus dikelola,” kata Alex.
Alex mengatakan per tahun 2024, terdapat sekitar Rp 150 triliun dana yang tersedia untuk menopang pelayanan kesehatan bagi 98% rakyat Indonesia yang terdaftar. Dia menilai dana besar itu menjadi tantangan dari BPJS untuk membuat sistem tata kelola keuangan yang mumpuni.
Namun, temuan KPK mengungkap masih adanya fraud di bidang kesehatan. Nilai fraud itu bahkan mencapai puluhan triliun rupiah.
“Kerugian dari fraud di bidang kesehatan adalah 10% dari pengeluaran untuk kesehatan masyarakat, sekitar Rp 20 triliun secara nominal,” ucapnya.
Alex menjabarkan fraud yang acap kali terjadi di bidang kesehatan. Kasus itu berkaitan dengan manipulasi data yang dilakukan oknum penyedia fasilitas kesehatan.
“Kasus yang tidak pernah tersentuh adalah dalam pelayanan jaminan kesehatan, di mana ada manipulasi/phantom billing yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan (faskes), baik pusat maupun daerah yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” ujar Alex.
Salah satu fraud lainnya yang kerap terjadi di bidang kesehatan ialah manipulasi data peserta layanan kesehatan. Bentuk fraud juga sering kali ditemukan pada pemberian tindakan medis yang berlebihan atau pemberian obat-obatan yang tidak diperlukan.
“Saya menekankan, pemberantasan korupsi bukan tugas KPK saja, tapi tugas kita bersama. Hadirin semua tidak bisa tutup mata ketika tahu dilingkungan ada kecurangan, laporkan ke BPJS. Saya rasa sekarang sudah ada fitur semacam Whistle Blower System (WBS). Kalau bisa diingatkan dan dicegah sejak dini lebih baik,” tegas Alex.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menyampaikan pentingnya sinergi antarpihak, termasuk instansi pemerintah, fasilitas kesehatan, serta asosiasi dan organisasi profesi, untuk mendukung keberlanjutan dan peningkatan mutu program JKN. Ia menyebut tahun 2024 merupakan momen tepat melanjutkan transformasi mutu layanan, terutama dalam memperluas akses layanan kesehatan.
“Momen ini kita gunakan untuk mengapresiasi faskes yang sehat dan bebas dari korupsi. Ke depan, BPJS Kesehatan terus berkomitmen untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan melalui berbagai inovasi, seperti simplifikasi administrasi layanan di fasilitas kesehatan serta adanya digitalisasi layanan melalui telekonsultasi, e-SEP, antrean online, dan i-Care JKN,” kata Ghufron.
(ygs/fas)