Jakarta –
Jaksa KPK menghadirkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman, secara virtual dari Lapas Sukamiskin, sebagai saksi kasus dugaan pungutan liar (Pungli) di Rutan KPK. Nurhadi mengaku juga membayari atap bocor hingga pengobatan anak dan istri Petugas Rutan KPK yang sakit.
Mulanya, jaksa menanyakan kewajiban biaya lain yang harus disetorkan Nurhadi selain uang bulanan dam sewa ‘botol’ yang merupakan kode untuk handphone. Nurhadi mengatakan dirinya juga mengeluarkan biaya untuk pembangunan rumah seperti penambahan pagar, dapur, pintu hingga membayari pengobatan istri dan anak petugas Rutan KPK yang sakit.
“Apakah selain uang bulanan dan sewa botol itu ada uang lain yang dibebankan kepada Saudara sebagai tahanan?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).
“Ada karena petugas terutama, terus terang aja, yang ke kamar saya Saudara Hengki itu mengatakan kepada saya ada keperluan, dia menyebut lagi bangun rumah belum ada pagarnya, belum ada dapurnya, belum ada pintunya. Kemudian nanti ada datang lagi termasuk yang petugas lain, ada istri sakit, ada anak sakit, dirawat di rumah sakit. Nah itu kita harus memberikan itu,” jawab Nurhadi.
Dia mengatakan petugas Rutan biasanya datang ke sel dan curhat terkait kebutuhannya. Karena risih, kata Nurhadi, dia pun terpaksa memberikan uang ke petugas Rutan KPK tersebut sesuai curhatan yang disampaikan.
“Itu tadi Saudara menerangkan itu, hanya mendapat curhatan atau ada konsekuensi yang harus Saudara lakukan?” tanya jaksa.
“Pertama memang curhatan, tapi kan itu terlalu sering, kita kan risih juga kalau nggak dikasih. Jadi terpaksa lagi,” jawab Nurhadi.
“Terpaksa untuk apa?” tanya jaksa.
“Memberikan yang untuj kepentingan-kepentingan pribadi,” jawab Nurhadi.
Jaksa mencecar Nurhadi terkait pemberian yang ia lakukan selain setoran uang bulanan dan sewa botol. Nurhadi mengaku memberikan uang untuk perbaikan atap bocor rumah petugas Rutan KPK.
“Memberikan apa Saudara?” tanya jaksa.
“Memberikan kan tadi saya udah sebutkan, bangun rumah belum ada pagarnya, belum ada dapurnya, atapnya bocor, belum ada pintunya, terus nanti ada anak istri sakit, untuk keperluan-keperluan itu,” jawab Nurhadi.
“Sauadara memberikan apa? kan bisa aja Saudara memberikan nasihat, konsultan kalau nggak bocor siapa gitu. Apakah memberikan sesuatu berupa?” tanya jaksa.
“Kan bukan hanya saya yang dicurhati itu, yang lain lain juga memberikan uang, kita ngikuti,” jawab Nurhadi.
“Saudara memberikan uang kepada mereka terkait curhatan itu?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Nurhadi.
Nurhadi menyebutkan dua terdakwa yang curhat terkait kebutuhan pribadi kepadanya yakni Hengki dan Mahdi Aris. Dia mengatakan jumlah uang yang ia berikan nominalnya tak pasti.
“Berapa yang Saudara berikan?” tanya jaksa.
“Tidak mesti, seadanya,” jawah Nurhadi.
Seperti diketahui, sebanyak 15 mantan pegawai KPK didakwa melakukan pungli di lingkungan Rutan KPK. Praktik pungli terhadap para narapidana di Rutan KPK itu disebut mencapai Rp 6,3 miliar.
Perbuatan itu dilakukan pada Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana di lingkungan Rutan KPK. Perbuatan itu bertentangan dengan ketentuan dalam UU, peraturan KPK, hingga peraturan Dewas KPK.
Jaksa mengatakan perbuatan 15 eks pegawai KPK itu telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Jaksa meyakini mereka melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
“Telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain,” ujar jaksa.
Berikut 15 terdakwa kasus ini:
1. Deden Rochendi
2. Hengki
3. Ristanta
4. Eri Angga Permana
5. Sopian Hadi
6. Achmad Fauzi
7. Agung Nugroho
8. Ari Rahman Hakim
9. Muhammad Ridwan
10. Mahdi Aris
11. Suharlan
12. Ricky Rachmawanto
13. Wardoyo seluruhnya
14. Muhammad Abduh
15. Ramadhan Ubaidillah
(mib/azh)