Jakarta –
Jaksa KPK meminta majelis hakim menolak pleidoi atau nota pembelaan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh serta tim kuasa hukumnya di kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Jaksa memohon agar majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap Gazalba berupa 15 tahun penjara sesuai surat tuntutan.
“Maka kami bersikap pada surat tuntutan, tanggal 5 September 2024, dan memohon agar nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya dinyatakan ditolak,” kata Jaksa KPK saat membacakan replik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).
“Selanjutnya kami penuntut umum memohon pada Yang Mulia, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, menjatuhkan putusan sebagaimana tuntutan penuntut umum,” imbuh jaksa.
Jaksa menolak semua dalil pembelaan Gazalba di kasus tersebut. Menurut jaksa, majelis hakim juga harus mengesampingkan semua dalil pembelaan Gazalba.
“Majelis hakim Yang Mulia, dengan memperhatikan pokok-pokok pembelaan terdakwa, penuntut umum menyatakan menolak seluruh pembelaan atau pledoi pribadi terdakawa,” ujarnya.
Jaksa mengatakan tak ada niatan untuk mempermalukan Gazalba dengan menampilkan foto hingga percakapan WhatsApp pribadi di persidangan. Hal itu dilakukan untuk pembuktian perkara kasus tersebut.
“Terkait dengan penuntut umum menampilkan percakapan yang bersifat privat dalam persidangan menurut penuntut umum, hal yang disampaikan adalah murni dalam rangka pembuktian dan terkait perkara, meskipun dalam proses pembuktian tersebut terdapat hal yang sensitif. Maka tentunya sebagai seorang pejabat melekat pada dirinya untuk menegakkan moral perilaku dan kesusilaaan,” ujar jaksa.
Selain itu, jaksa KPK juga menanggapi pleidoi Gazalba yang menyebut pihaknya hanya ingin balas dendam lantaran gagal memenjarakannya di perkara sebelumnya. Jaksa menyebut tuntutan 15 tahun penjara untuk Gazalba sudah sesuai pedoman dan acuan hukum yang berlaku.
“Lamanya tuntutan atas beberapa perkara yang terdakwa sampaikan dalam pleidoinya tersebut, tentunya sudah mengacu pada pembuatan tuntutan yang kami miliki sehingga sangat menjunjung tinggi integritas dan keadilan. Demikian halnya dalam hal perkara a quo, penuntut umum dalam menuntut terdakwa telah melalui proses yang panjang karena ada dasar atau pedoman yang yang dijadikan acuan,” kata jaksa.
“Dasar hal tersebut kemudian dikaitkan dengan fakta-fakta yang terkuak di persidangan, serta nilai-nilai keadilan tidak hanya rasa keadilan dari sudut pandang terdakwa, tetapi juga rasa keadilan yang berkembang di masyarakat,” tambah jaksa.
Pleidoi Gazalba
Sebelumnya, Hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dituntut 15 tahun penjara terkait dugaan menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Gazalba menuding jaksa KPK hanya ingin balas dendam.
Gazalba membacakan sendiri pleidoi pribadinya saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (17/9/2024). Pleidoi itu diberi judul ‘Pemaksaan Pengakuan dan Rekayasa Penyidikan Bermuara Pada Tuntutan Pidana Penjara 15 tahun’.
“Apakah penuntut umum KPK memiliki standar acuan dalam menuntut perkara gratifikasi? Jika tidak ada, maka penuntut umum KPK telah menggunakan kewenangannya secara berlebih-lebihan, abuse of power, subjektif, suka-suka, penuh kebencian dan membabi buta. Penegakan hukum yang objektif dan rasional sudah diabaikan dan sangat dominan semangat balas dendamnya kepada saya, karena gagal memenjarakan saya pada perkara sebelumnya,” kata Gazalba Saleh.
Gazalba menyinggung kasus pertamanya yang diadili pada 20 Juli 2023 di Pengadilan Tipikor Bandung. Putusan kasus itu menyatakan Gazalba tidak bersalah melakukan korupsi dan bebas dari tuntutan jaksa KPK.
“Pembacaan nota pembelian pribadi di depan persidangan merupakan hal kedua setelah yang pertama saya bacakan nota pembelian pribadi saya di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung tanggal 20 Juli 2023 yang lalu. Dan alhamdulillah, syukurillah, nota pembelian pribadi dan nota pembelian dari penasihat hukum saya diterima oleh Majelis Hakim, yang ditandai dengan saya dinyatakan tidak bersalah dan membebaskan saya dari segala tuntutan dan dakwaan dari Penuntut Umum KPK,” ujarnya.
Gazalba juga membandingkan tuntutan jaksa KPK pada kasus gratifikasi lainnya seperti tuntutan terhadap eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Sulawesi Selatan Andhi Pramono, hingga mantan Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Menurutnya, tuntutan 15 tahun penjara oleh jaksa KPK terhadap dirinya di luar nalar.
“Pidana penjara 15 tahun yang dituntut oleh penuntut umum KPK kepada saya terasa sangat berat dan di luar nalar, karena dugaan gratifikasinya hanya senilai Rp 200 juta dibandingkan dengan beberapa perkara yang sejenis dengan nilai gratifikasinya lebih besar, tuntutan di bawah 15 tahun penjara,” kata Gazalba Saleh.
Lebih lanjut Gazalba mengatakan jaksa KPK juga sengaja menampilkan foto hingga chat pribadinya di persidangan untuk mempermalukannya. Dia menyebut foto dan chat pribadi itu tidak ada kaitannya dengan dakwaan jaksa KPK terkait dugaan gratifikasi dan TPPU.
“Begitu pula penuntut umum yang sengaja mengumbar foto-foto dan percakapan pribadi WhatsApp di persidangan, yang tidak ada kaitannya dengan pembuktian unsur-unsur pasal yang didakwakan, hanya demi mempermalukan saya. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa Pak Wawan dan kawan-kawan serta melapangkan rezekinya, amin,” ujarnya.
Gazalba dituntut 15 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti senilai USD 18 ribu dan Rp 1.588.085.000 (miliar) subsider 2 tahun kurungan. Jaksa meyakini Gazalba Saleh melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dia juga melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
(mib/azh)