Jakarta –
Jaksa menghadirkan staf keuangan PT Stanindo Inti Perkasa, Yulia, sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah. Yulia mengungkap pihaknya mengirimkan uang Rp 2,1 miliar ke money changer milik crazy rich Helena Lim.
Yulia mengatakan perintah untuk mengirimkan uang ke money changer Helena, PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE), diberikan oleh Suwito Gunawan selaku Beneficial Owner PT Stanindo Inti Perkasa. Total uang yang dia kirimkan sebesar Rp 2,1 miliar.
“Apakah saudara saksi juga pernah melakukan transaksi dengan PT Quantum Skyline atau pun money changer yang lain?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2024).
“Saya pernah diperintah Bapak Suwito Gunawan, Pak,” jawab Yulia.
“Totalnya ada berapa ibu?” tanya jaksa..
“Seingat saya ada tiga kali, Pak, totalnya Rp 2.100.000.000,” jawab Yulia.
Yulia mengatakan pengiriman uang juga dilakukan staf lainnya bernama Elsi Rahayu. Dia mengaku meminta Elsi melakukan pengiriman uang itu atas perintah Suwito.
Yulia mengatakan nomor rekening dan nominal yang harus dikirimkan juga diberikan oleh Suwito. Dia mengatakan uang yang dikirimkan ke PT QSE dalam bentuk rupiah.
“Dalam bentuk rupiah semua ya?” tanya ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh ikut mendalami.
“Iya, Yang Mulia,” jawab Yulia.
Dia mengatakan keterangan transaksi pengiriman uang ke money changer milik Helena dituliskan sebagai setoran usaha. Padahal, kata Yulia, PT Stanindo Inti Perkasa tak memiliki kegiatan usaha dengan money changer milik Helena.
Yulia mengatakan transaksi ke money changer milik Helena juga tak dicatat dalam kas PT Stanindo Inti Perkasa. Dia mengatakan hal itu merupakan perintah dari Suwito Gunawan.
“Atas transaksi yang dilakukan baik Ibu maupun Elsi dicatatkan nggak di keungan ibu? Karena ibu kan tadi salah satu tugasnya mencatat keuangan yang keluar,” tanya jaksa.
“Kalau di kas saya tidak Pak,” jawab Yulia.
“Kenapa tidak dicatat di kas ibu?” tanya jaksa.
“Tidak tahu Pak, tidak disuruh dicatat,” jawab Yulia.
Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini adalah Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra selaku mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa.
Helena Lim didakwa menampung duit korupsi terkait pengelolaan timah itu di perusahaannya. Uang itu disebut berasal dari smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah. Jaksa menyebut uang itu kemudian dialirkan ke Harvey Moeis sebagai pihak yang mengatur kerja sama PT Timah dengan smelter swasta.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini disebut jaksa mencapai Rp 300 triliun. Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dibeberkan jaksa meliputi kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah yang sebenarnya berasal dari penambang ilegal di wilayah izin usaha PT Timah. Jaksa juga membeberkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun berdasarkan hitungan ahli lingkungan hidup.
(mib/haf)