Jakarta –
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti sejumlah pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang kontroversial. MAKI menilai kontroversi yang dimunculkan Alex itu seperti sifat kekanak-kanakan.
“Sifat kanak-kanaknya keluar, gagal menyalahkan orang lain. Ketika terakhir ngomong ini jangan harapkan KPK. Itu kan lari dari tanggung jawab. Padahal dia dulu periode pertama periode kedua di pansel maupun di DPR katanya akan membuat hebat KPK,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat (27/9/2024).
Boyamin menjelaskan, sifat kekanak-kanakan Alex lainnya adalah terkait pernyatannya yang menyalahkan Kejaksaan hingga polisi karena dianggap tidak bisa berkoordinasi saat rapat dengan DPR pada Juli lalu. Hal itu, katanya, adalah sifat anak-anak karena lari dari tanggung jawab.
“Yang saya ingat persis menyalahkan jaksa dan polisi karena alasan tidak bisa diajak koordinasi. Gagal menyalahkan orang lain itu kan kanak-kanak,” sebutnya.
“Terus ke mana dia selama 2 periode itu, kemudian ujung-ujungnya mengatakan tidak bertanggung jawab begitu?” tambahnya.
Boyamin menyarankan agar Alex cuti hingga akhir masa jabatannya dan pergi berlibur. Agar Alex tidak kembali membuat penyataan yang kontroversial.
“Ya saran saya ini lah, cuti saja sampai akhir masa jabatan, terus healing keluar negeri gitulah, manfaatkan untuk berlibur dari pada bikin blunder-blunder lagi,” sebutnya.
Pernyataan Kontroversial Alex Marwata
Adapun pernyataan Alex yang dimaksud Boyamin itu disampaikan dalam rapat dengan Komisi III DPR di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (1/7). Alex mengatakan regulasi antarlembaga dalam penangan perkara korupsi tak berjalan dengan baik.
“Bapak Ibu sekalian, problem di KPK itu kalau boleh saya sampaikan ada beberapa yang menyangkut kelembagaan, mungkin juga regulasi kemudian SDM ya. Dari sisi kelembagaan tidak seperti di negara-negara lain yang saya sebutkan misalnya yang berhasil dalam pemberantasan korupsi Singapura atau Hong Kong mereka hanya punya satu lembaga yang menangani perkara korupsi,” kata Alex dalam rapat itu.
Alex mengatakan ada tiga lembaga yang menangani kasus korupsi di Indonesia. Bahkan, menurut dia, sering kali tugas koordinasi dan supervisi antarlembaga tak berjalan dengan baik.
“Sedangkan kalau di KPK ada tiga lembaga Bapak Ibu sekalian, KPK, Polri, dan Kejaksaan. Memang di dalam Undang-Undang KPK yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi ya, apakah berjalan dengan baik? Harus saya sampaikan Bapak Ibu sekalian, tidak berjalan dengan baik,” ujar Alex.
Alex mengatakan masih ada ego sektoral dalam kerja-kerja tersebut. Ia mengatakan sering kali menghadapi kasus tumpang tindih kepentingan saat menindaklanjuti suatu kasus yang berkaitan dengan lembaga.
Terbaru, Alex mengulas kinerja lembaganya dengan Komisi III DPR RI. Alex bercerita bagaimana lembaga antirasuah itu sudah tidak ditakuti.
“Jadi itu yang terjadi terkait relasi Komisi III dengan KPK, saya kira baik-baik saja. Nggak ada persoalan, persoalan pemberantasan korupsi kita itu ya sampai sekarang kemarin RDP (rapat dengar pendapat) terakhir saya declare kan saya nggak sungkan kalau saya mengatakan saya gagal berantas korupsi,” kata Alex di acara diskusi publik Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/9).
Alex menerima keluhan terkait KPK yang tak lagi punya taring sehingga orang sudah tak takut melakukan korupsi. Ia juga menyoroti indeks persepsi korupsi Indonesia saat ini.
“Banyak indikatornya. Kalau dilihat dari IPK, tentu kita bisa melihat indeks persepsi korupsi Indonesia. Ini kembali lagi di titik awal ketika pertama kali saya masuk 9 tahun yang lalu, angkanya 34,” tutur Alex.
“Dan dari berbagai diskusi dengan teman-teman, termasuk ketika ke daerah, mereka mengatakan begitu juga, ‘Sekarang itu orang nggak takut lagi korupsi, Pak Alex’, Dari kalangan dunia swasta juga begitu ‘Sekarang ini, Pak Alex, kalau perizinan nggak pakai duit nggak keluar juga izinnya’,” katanya.
(ial/dek)