Mantan Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Mas’ud, dihadirkan secara virtual dari Lapas Balikpapan sebagai saksi kasus korupsi dugaan pungutan liar di Rutan KPK. Gafur mengaku harus menyetor Rp 90 juta per bulan ke petugas Rutan KPK.
Uang itu harus disetor Gafur saat menjadi tahanan yang dituakan di Rutan Merah Putih KPK, Jakarta. Dia mengumpulkan setoran itu dari semua tahanan di rutan tersebut.
“Itu Rp 90 juta 1 bulan?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/9/2024).
“1 bulan,” jawab Gafur.
Gafur menjadi korting atau istilah di Rutan Merah Putih sebagai tahanan yang dituakan selama lima bulan. Totalnya, uang yang dikumpulkan Gafur mencapai Rp 450 juta.
“Ini kan keterangan saksi begini, ‘Pada Juni sampai dengan Oktober 2022 adalah sebesar Rp 450 juta. Saudara Rizki adalah sopir saya yang pernah menjadi adik kelas saya di pesantren darul janah di Jakarta’. Benar ini nilainya sekian? Rp 450 juta?” tanya jaksa.
“Kurang lebihnya Pak, spesifiknya saya ndak ngerti,” jawab Gafur.
“Ini kan rata-ratanya sebulan Rp 90 juta. Apa pernah kurang dari itu?” tanya jaksa.
“Ndak pernah kurang, lebihnya aja iya,” jawab Gafur.
Gafur mengatakan tak semua tahanan membayar setoran bulanan. Dia mengaku pernah menombok untuk menutupi kekurangan agar tetap menyetor Rp 90 juta per bulan ke petugas Rutan KPK.
“Kalau Rp 90 juta ini siapa aja yang membayarkan ini? saksi masih ingat nggak?” tanya jaksa.
“Semua napi, tapi tidak semua Pak. Karena dia ada nominalnya, seingat saya nominal yang harus disetorkan Rp 90 juta. Jadi kalau kadang-kadang napinya itu cuma 15 orang, itu kan nggak cukup, karena 1 orang Rp 6 juta. Jadi kadang-kadang saya tombokin Pak, jadi harus Rp 90 juta yang disampaikan ke situ. Jadi ada napi sama tidak ada napi yang memakai HP itu kami wajib membayar sekian besar jumlah uang itu. Jadi kadang-kadang ada orang di situ napinya kurang, kan 10 orang Rp 60 juta Pak, kalau misalnya dia kurang cuma ada 14 orang di dalam kita harus bayar Rp 90 juta, kita tombokin,” tutur Gafur.
Sebelum menjadi tahanan yang dituakan, Gafur mengaku membayar Rp 20 juta untuk paket ponsel dan pemindahan dari ruang isolasi saat awal masa penahanan. Lalu, ia diwajibkan membayar iuran bulanan sekitar Rp 5-8 juta.
“Awalnya Rp 20 juta, terus berikutnya ada lagi pembayaran-pembayaran berikutnya?” tanya jaksa.
“Tiap bulan itu kadang-kadang Rp 5 juta, kadang Rp 6 juta, kadang Rp 8 juta. Tergantung kalau misalnya dia sedikit tahanannya, kita jadi banyak bayarnya. Kalau dia tahanannya banyak, misalnya sampai 24 orang, dia bisa berkurang, jadi Rp 5 jutaan, Rp 6 juta,” jawab Gafur.
Biaya lain yang harus dikeluarkan yakni untuk charger ponsel. Gafur mengatakan nilainya sebesar Rp 300 ribu setiap kali charger.
“Berapa yang harus dibayar untuk mencas HP itu?” tanya jaksa.
“Rp 300 ribu sekali ngecas Pak,” jawab Gafur.
“Rp 300 ribu sekali ngecas?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Gafur.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya: