Jakarta –
Polsek Pasar Minggu menggelar diskusi bersama kriminolog Universitas Indonesia (UI) membahas terkait pendataan transaksi ekonomi. Diskusi tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana.
Diskusi digelar di Polsek Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2024). Hadir di lokasi Kapolsek Pasar Minggu Kompol Anggiat Sinambela hingga Kriminolog dari FISIP UI, Adrianus Meliala. Masyarakat dan para pedagang turut hadir dalam diskusi yang digelar.
Dalam kegiatan tersebut dibahas terkait pentingnya pendataan transaksi ekonomi untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Mulai dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU) hingga pendanaan aksi terorisme.
Kompol Anggiat Sinambela mengatakan hingga kini belum ditemukan adanya indikasi penyelewengan tersebut. Namun demikian, dengan dilakukannya diskusi tersebut diharapkan bisa mencegah atau early warning terkait dugaan tindak pidana tersebut.
“Belum ada indikasi, itu hanya mengaitkan dengan kejadian di tempat lain, kalau di sini kan mereka berjibaku untuk hidup dari jam 11.00 malam sampai jam 05.00 pagi, itu mereka tiap hari. Moga-moga tidak ada tadi yang sekilas diucapkan untuk pendanaan teroris dari pedagang pasar, karena itu berdampak sayang sekali mungkin itu salah jalur atau gimana,” kata Anggiat Sinambela dalam keterangannya, Kamis (3/10/2024).
Sementara itu, Kriminolog dari FISIP UI, Adrianus Meliala mengatakan data sementara menunjukan ada 44 persen pedagang yang belum menerapkan sistem transaksi tercatat. Artinya, sebagian besar para pedagang hanya mengandalkan transaksi secara cash atau tunai.
Adrianus mengatakan banyak aktivitas ekonomi lokal yang saat ini belum terdata atau disebut sebagai underground economy. Adrianus menyebut penerapan transaksi ekonomi terbilang mudah, salah satunya dengan menerapkan metode pembayaran menggunakan sistem perbankan seperti transfer atau QRIS.
“Jadi kalau kita beli sesuatu enggak tercatat, enggak bayar pajak, maka yang tahu hanya kita berdua (penjual dan pembeli),” ujarnya.
Adrianus mengatakan transaksi ekonomi tidak terdata bisa menjadi celah atau pintu masuk terjadinya tindak pidana. Apalagi, transaksi semacam ini juga tak bisa dilacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Adrianus menyebut pendataan transaksi ekonomi akan memudahkan PPATK dalam melacak transaksi keuangan yang mencurigakan. Dia mengatakan, selama ini PPATK baru menjangkau transaksi keuangan bernilai besar. Padahal, kata dia, transaksi keuangan bernilai kecil semestinya juga harus diawasi.
“Selama ini PPATK mainnya gede-gede, angka-angka miliaran, padahal yang miliaran itu bersumber dari kecil-kecil, bersumber, berawal dan berakhir, maka menjadi penting untuk PPATK turun ke bawah, ke grassroot, ke ekonomi lokal dengan menyadari bahwa mereka belum menyentuh ke ekonomi terdata itu,” ujarnya.
“Titik temunya dengan PPATK, harapannya agar studi ini juga membantu mereka agar dari praktik-praktik ekonomi lokal tidak menjadi perantara bagi kegiatan pencucian uang,” imbuhnya.
(wnv/maa)