Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir pada 20 Oktober 2024 mendatang. Selama pemerintah Presiden Jokowi, angka prevalensi stunting terus mengalami penurunan.
Dikutip dari laman Kemenkes, stunting masih menjadi masalah serius yang di hadapi Indonesia. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Adapun penyebab stunting antara lain yaitu asupan gizi dan status kesehatan yang meliputi ketahanan pangan (ketersediaan, keterjangkauan dan akses pangan bergizi), lingkungan sosial (norma, makanan bayi dan anak, hygiene, pendidikan, dan tempat kerja), lingkungan kesehatan (akses, pelayanan preventif dan kuratif), dan lingkungan pemukiman (air, sanitasi, kondisi bangunan).
Dampak stunting pun dibagi menjadi dua. Yakni dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek menyebabkan gagal tumbuh hingga hambatan perkembangan kognitif. Sedangkan dampak jangka panjangnya bisa menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual. Masalah stunting bisa dicegah dengan intervensi gizi.
Semntara itu, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting terus menunjukkan tren penurunan. Standard WHO terkait prevalensi stunting harus di angka kurang dari 20%.
Sebelumnya SSGI diukur 3 tahun sekali sampai 5 tahun sekali. Namun, sejak era Menkes Budi Gunadi Sadikin, mulai 2021 SSGI dilakukan setiap tahun.
Angka stuting di era Presiden Jokowi terus mengalami penurunan. Jika dihitung sejak 2013, angka stunting sudah turun menjadi 21,5% pada 2023.
Berikut ini data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) terkait pravelensi stunting:
2013: 37,2%
2016: 34%
2018: 30,8%
2019: 27.67%
2021: 24,4%
2022: 21,6%
2023: 21,5%