Jakarta –
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan terkejut mendengar kabar sahabatnya, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus impor gula 2015-2016. Pada kurun waktu tersebut, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag).
Tom Lembong sudah diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebanyak tiga kali sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Tom Lembong kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (29/10/2024).
Melalui unggahan di akun X nya, Anies mengaku terkejut ketika mengetahui Tom Lembong jadi tersangka. Anies mengatakan mengenal Tom sebagai sosok berintegritas tinggi.
“Saya bersahabat dengan Tom hampir 20 tahun dan mengenalnya sebagai pribadi berintegritas tinggi. Tom selalu prioritaskan kepentingan publik dan ia juga fokus memperjuangkan kelas menengah Indonesia yang terhimpit,” ujar Anies seperti dilihat Rabu (30/10/2024).
Selama bersahabat, Anies mengenal Tom Lembong sebagai sosok yang lurus dan tidak neko-neko. Hal itu, lanjut Anies, yang membuat Tom memiliki karir panjang di dunia usaha termasuk disegani di lingkup domestik dan internasional meski karirnya singkat di pemerintahan.
Meski demikian, Anies yang juga pernah menjadi menteri di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu menghormati proses hukum yang berjalan. Dia percaya aparat penegak hukum menjalankan proses hukum yang transparan.
“Kabar ini amat-amat mengejutkan. Walau begitu kami tahu proses hukum tetap harus dihormati. Kami percaya aparat penegak hukum dan peradilan akan menjalankan proses secara transparan dan adil. Kami juga tetap akan memberikan dukungan moral dan dukungan lain yang dimungkinkan untuk Tom,” katanya.
Dia juga berpesan agar Tom Lembong tak berhenti mencintai Indonesia. Anies mendoakan dan tetap percaya terhadap Tom Lembong.
“Tom, jangan berhenti mencintai Indonesia dan rakyatnya, seperti yang telah dijalani dan dibuktikan selama ini. I still have my trust in Tom, dan doa serta dukungan kami tidak akan putus,” paparnya.
“Kami ingin negeri ini membuktikan bahwa yang tertulis di Penjelasan UUD 1945 masih valid yaitu, ‘Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (Rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat)’,” lanjut Anies.
Duduk Perkara
Kasus dugaan korupsi dalam impor gula tahun 2015-2016 ini baru menjerat 2 tersangka, yaitu:
1. Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015-2016
2. Charles Sitorus selaku mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI)
Dalam kasus ini, ada beberapa istilah yang harus dipahami, yaitu gula kristal mentah (GKM), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP). Mudahnya adalah GKM dan GKR adalah gula yang dipakai untuk proses produksi, sedangkan GKP dapat dikonsumsi langsung.
Berdasarkan aturan yang diteken Tom Lembong saat menjadi Mendag, hanya BUMN yang diizinkan melakukan impor GKP, itu pun harus sesuai dengan kebutuhan dalam negeri yang disepakati dalam rapat koordinasi antarkementerian serta dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga GKP.
Sedangkan dalam perkara ini, pada 2016 Indonesia mengalami kekurangan stok GKP, seharusnya bisa dilakukan impor GKP oleh BUMN. Namun, menurut jaksa, Tom Lembong malah memberikan izin ke perusahaan-perusahaan swasta untuk mengimpor GKM yang kemudian diolah menjadi GKP.
Jaksa mengatakan Tom Lembong menekan surat penugasan ke PT PPI untuk bekerja sama dengan swasta mengolah GKM impor itu menjadi GKP. Total ada 9 perusahaan swasta yang disebutkan, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, PT MSI, dan PT KTM.
“Atas sepengetahuan dan persetujuan tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong), Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung,” kata Abdul Qohar selaku Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Setelah perusahaan swasta itu mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal, menurut jaksa, yang terjadi adalah GKP itu dijual langsung oleh perusahaan-perusahaan swasta itu ke masyarakat melalui distributor dengan angka Rp 3.000 lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET).
“Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee sebesar Rp 105/kg. Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara,” imbuh Abdul Qohar.
(dek/dek)