Jakarta –
Hakim agung nonaktif Gazalba Saleh mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap dirinya. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) berharap hakim tingkat banding menolak dan memperberat hukuman Gazalba menjadi 20 tahun penjara.
“Hak setiap orang terdakwa yang diputus bersalah atau pihak yang tidak puas mengajukan banding ya kita hormati. Saya berharap kalau nanti banding ya hakim Pengadilan Tinggi minimal menolak, kalau bisa ditambah jadi 20 tahun, terlepas ini tetap asas praduga tak bersalah kuta tunggu sampai banding dan kasasi,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (4/11/2024).
Menurut Boyamin, korupsi yang dilakukan hakim agung merupakan bentuk pengkhianatan paling tinggi. Karena itulah, katanya, hakim Gazalba harus diperberat hukumannya.
“Nah dugaan korupsi itu dari mana ya artinya kan dari perkara, perkaranya diduga dimainkan itu kan bentuk pengkhianatan paling tinggi bagi saya, kalau orang korupsi bangun jembatan itu pada posisi yang tengah-tengah meskipun tetap tidak boleh tapi menurut saya korupsi paling tinggi itu adalah oleh hakim bahkan hakim agung,” ujarnya.
Gazalba Lawan Vonis 10 Tahun
Seperti diketahui, Gazalba Saleh melawan vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap dirinya. Gazalba telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dilihat dari situs SIPP PN Jakpus, Senin (4/11), permohonan banding itu terdaftar di PT DKI Jakarta dengan nomor perkara 35/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI.
Berkas banding telah diajukan pada Selasa (29/10). Majelis hakim banding diketuai Teguh Harianto dengan anggota Subachran Hardi Mulyono dan Sugeng Riyono.
Sebelumnya, Gazalba Saleh divonis bersalah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Gazalba Saleh pun dijatuhi vonis 10 tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Gazalba Saleh oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun,” kata ketua majelis hakim saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
Hakim menyatakan Gazalba terbukti menerima gratifikasi Rp 500 juta dari Jawahirul Fuad terkait pengurusan kasasi. Hakim juga menyatakan Gazalba menerima bagian dari Rp 37 miliar yang diberikan pengacara Jaffar Abdul Gaffar, Neshawaty, terkait pengurusan PK Jaffar.
Uang itu, menurut hakim, disamarkan Gazalba lewat TPPU. Gazalba pun dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Hakim menyatakan Gazalba terbukti bersalah melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
(whn/eva)