Jakarta –
Polresta Bandara Soekarno-Hatta menggagalkan pengiriman pekerja migran ilegal ke Qatar dan China. Tiga orang tersangka ditangkap polisi.
Tiga tersangka itu adalah KA (24) asal Kabupaten Tangerang, Banten; AD (24) dan AT (33) asal Sampang, Jawa Timur. Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno Hatta Kompol Reza Fahlevi mengatakan kasus ini terungkap setelah pihaknya bersama imigrasi dan BP3MI mengamankan perempuan yang akan ke Qatar.
“Bertempat di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, jajaran Polresta, imigrasi dan BP3MI berhasil mengamankan satu orang perempuan yang dalam proses pendalaman diketahui akan diberangkatkan ke luar negeri untuk kemudian akan dipekerjakan dan diinformasikan akan mengingatkan diri dengan hubungan pernikahan dengan warga negara di luar,” kata Kompol Reza Fahlevi dalam jumpa pers di Mapolresta Bandara Soetta, Selasa (5/11/2024).
Reza menjelaskan pengungkapan kasus ini sebagai bentuk tindak lanjut arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam upaya mendukung program ‘Asta Cita’ Presiden Prabowo Subianto. Kasus ini juga terungkap berkat kolaborasi kerja sama antara Polresta Bandara Soekarno-Hatta dengan imigrasi dan Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI).
Dalam kasus ini, satu orang tersangka diamankan pada Kamis (31/10) oleh Satreskrim bersama dengan imigrasi dan BP3MI. Saat itu tersangka hendak memberangkatkan calon pekerja migran ilegal dengan tujuan ke Qatar.
“Dalam prosesnya, para CPMI dibekali tiket tidak langsung menuju ke negara Qatar tapi terlebih dahulu disiapkan tiket transit ke negara Singapura,” ucapnya.
“Dari kerja sama dan pendalaman yang dilakukan berhasil diketahui bahwa para korban CPMI setelah tiba di Bandara Changi, Singapura akan diterbangkan kembali, diselundupkan ke negara Qatar,” katanya.
Adapun, ketiga tersangka ini memiliki peran masing-masing dan bekerja secara sistematis. Mereka punya peran mengurus administrasi hingga pengantar ke tujuan akhir.
“Seperti KA berperan sebagai orang yang mengurus persyaratan administrasi untuk korban. Kemudian AD sebagai sopir yang mengantar korban ke tujuan bandara dan AT berperan sebagai pemesan tiket korban serta mengantar sampai Singapura,” jelasnya.
Foto: Polisi menggagalkan pengiriman pekerja migran ilegal ke Qatar dan China. (dok. Istimewa)
|
CPMI Ilegal ke China
Selanjutnya, tersangka KA merekrut korban untuk diberangkatkan ke China dengan transit lebih dulu di Malaysia untuk mengelabui petugas. Setelah pendalaman diketahui jika saat pemeriksaan mereka berbohong.
“Ditanya oleh penyidik keperluannya apa di sana dan keperluannya untuk berangkat ke China menemui calon suami, saat ditanya calon suami WN mana, ternyata Wn China, kenal di mana? Tidak kenal. Artinya mereka memang dijanjikan untuk dapat uang Rp 30 juta-35 juta per bulan untuk menikah di sana, tapi enggak tahu kawin dengan siapa,” jelas Reza.
Ketiga tersangka saat ini ditahan di Polresta Bandara Soekarno-Hatta. Ketiganya dijerat dengan Pasal 83 Jo Pasal 68 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Tindak Pidana Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dan/atau Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Bunyi Pasal 83 UU Nomor 18 Tahun 2017:
Setiap Orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 yang dengan sengaja melaksanakan penempatan Pekerja Migran Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 15. 000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
Bunyi Pasal 69 UU Nomor 18 Tahun 2017:
Setiap Orang dilarang melaksanakan tidak memenuhi persyaratan Pekerja. Orang perseorangan yang melaksanakan penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); Orang perseorangan dilarang melaksanakan penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007:
Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(mea/mea)