Jakarta –
Ahli madya pada Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Suhardi, dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle. Suhardi mengungkap ada ancaman mutasi jika tak mematuhi perintah yang disampaikan eks Kabasarnas, Muhammad Alfan Baharudin.
Terdakwa dalam sidang ini adalah mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke, mantan Kasubdit Pengawakan & Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014 Anjar Sulistiyono, serta Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta. Mulanya, hakim anggota Toni Irfan membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Suhardi.
BAP itu menerangkan bahwa Suhardi selaku pegawai di Basarnas tak punya pilihan lain selain melaksanakan perintah. Ada juga keterangan soal ancaman mutasi jika tak patuh pada perintah yang diberikan.
“Kalau saya hanya melihat dari keterangan Saudara saja ini, di poin 24, ‘karena perbuatan bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa, namun karena keadaan yang kami alami di Basarnas kami tak punya pilihan lain. Karena kami hanya sebagai pelaksana karena sudah perintah, maka kami sering diancam akan dipindahtugaskan’, Gitu?” tanya hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).
“Siap,” jawab Suhardi.
Suhardi mengaku pernah dimutasi ke Pangkal Pinang. Dia menuturkan pemindah tugasan itu dialaminya pada 2018.
“Sampai sekarang ada nggak alasannya itu kalau nggak melaksanakan perintah?” tanya hakim.
“Saya dipindah, Yang Mulia,” jawab Suhardi.
“Saya dipindah ke Pangkal Pinang 2018, Yang Mulia,” imbuh Suhardi.
Hakim anggota Alfis Setyawan juga mendalami Suhardi soal ancaman jika tak melaksanakan perintah tersebut. Hakim meminta Suhardi menyebutkan nama pimpinan yang pernah melontarkan kalimat ancaman mutasi tersebut.
“Sebutkan saja namanya nggak apa-apa, biar terang persidangan ini, apakah Rudi Hendri Satmoko? Apakah Terdakwa? atau Muhammad Alfan Baharudin?” tanya hakim.
“Yang sering ngancam-ngancam itu yang Saudara pahami siapa orangnya?” imbuh hakim.
Suhardi mengatakan ancaman itu dilontarkan dalam rapat umum. Dia mengatakan arahan dalam rapat itu yakni pengadaan barang merupakan kebijakan pimpinan yang harus dipatuhi.
“Izin Yang Mulia, secara eksplisit tidak pernah pimpti (pimpinan tinggi) ini mengatakan demikian. Tapi sering di rapat atau di forum umum pimpinan tinggi atau Kabasarnas (mengatakan) pengadaan barang adalah kebijakan pimpinan kalau tidak menurut ya jangan di Basarnas. Begitu, Yang Mulia,” jawab Suhardi.
Hakim terus mencecar Suhardi terkait pimpinan yang melontarkan ancaman mutasi tersebut. Suhardi menyebutkan nama eks Kabasarnas Muhammad Alfan Baharudin.
“Ya siapa yang menyampaikan itu?” cecar hakim.
“Kabasarnas, Yang Mulia,” jawab Suhardi.
“Kabasarnas?” tanya hakim.
“Siap,” jawab Suhardi.
“Muhammad Alfan Baharudin?” tanya hakim.
“Siap,” jawab Suhardi.
“Pernah menyampaikan itu?” cecar hakim.
“Siap. Biasanya di rapat umum, Yang Mulia,” jawab Suhardi.
“Spesifik kalau nggak menjalankan perintah Kepala Basarnas ini akan dipindahtugaskan ke wilayah lain?” cecar hakim.
“Siap, Yang Mulia,” jawab Suhardi.
“Ada spesifik bicara itu menyampaikan kalimat seperti itu?” tanya hakim.
“Siap, Yang Mulia,” jawab Suhardi.
Sebelumnya, Max Ruland Boseke, Anjar Sulistiyono dan William Widarta didakwa merugikan keuangan negara Rp 20,4 miliar. Max dkk didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle pada 2014 di Basarnas.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum,” kata jaksa KPK, Richard Marpaung, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (14/11).
Perbuatan ini dilakukan pada Maret 2013 hingga 2014. Jaksa mengatakan kasus ini memperkaya Max Ruland sebesar Rp 2,5 miliar dan William sebesar Rp 17,9 miliar.
“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 (Rp 17,9 miliar) dan memperkaya Terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 (Rp 2,5 miliar), yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian,” ujarnya.
(mib/lir)