Jakarta –
Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Sutikno mengusulkan wacana adanya retribusi kantin sekolah. Menurutnya ada ketidakjelasan aliran dana dari penyewaan lapak kantin di sekolah-sekolah itu.
“(Rencana retribusi kantin) nggak ada maksud apapun, yang penting ada regulasi payung hukumnya jelas,” ujar Sutikno saat dihubungi, Jumat (22/11/2024).
“Terus ke mana uang itu?” tanya Sutikno.
Wacana retribusi pun diusulkan, katanya, untuk memastikan uang hasil penarikan dikelola secara transparan dan bermanfaat bagi masyarakat. Permasalahan utama yang ditemukan Komisi C adalah ketidakjelasan aliran dana dari penyewaan lapak kantin di sekolah-sekolah Jakarta.
“Kalau masuk retribusi berarti kan meningkatkan pendapatan daerah. Kalau PAD (pendapatan asli daerah) besar, APBD besar, semua akan dikembalikan ke masyarakat,” tuturnya.
“Uangnya yang enggak jelas ke mana. Ini yang kami permasalahkan. Kami kan anggota dewan punya fungsi pengawasan, kami enggak bisa bertindak tapi kami sampaikan ke institusi masing-masing,” sambungnya.
Oleh karena itu, kader PKB itu menyarankan salah satu opsinya adalah penerapan retribusi jika memang kantin-kantin sekolah ingin dikomersilkan. Namun, jika kantin sekolah tidak dikomersilkan, Sutikno menyatakan tetap mendukung selama ada kejelasan terkait penggunaan dana.
“Kalau memang ada aturan bahwa kantin di sekolah negeri digratiskan, tidak dikomersilkan, kami dukung. Kalau kantin dikomersilkan, nanti separuh sekolah, separuh retribusi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Sutikno menyebut bahwa kantin sekolah dinilai berpotensi menghasilkan pendapatan retribusi daerah. Ia pun meminta Dinas Pendidikan Jakarta untuk mengkaji dan membuat payung hukum yang mengatur tentang penetapan tarif retribusi kantin sekolah.
“Sudah kita sampaikan ke inspektorat agar ada payung hukumnya. Biar sama-sama tidak melanggar aturan dan sesuai ketentuan, sehingga pendapatan retribusi bisa naik,” kata Sutikno dalam keterangan, Rabu (20/11).
Sutikno mengatakan, wacana adanya payung hukum itu muncul setelah dirinya mengetahui keberadaan kantin sekolah di sebuah sekolah yang menerapkan tarif sewa lapak sebesar Rp 5 juta per tahun. Oleh karena itu, ia meminta Dinas Pendidikan mendata seluruh kantin yang terdapat di dalam sekolah.
“Kantin di SMA 32 di daerah Cipulir, ada sekitar 14 kantin. Tetapi setiap tahunnya membayar Rp5 juta, berarti sudah Rp70 juta di satu sekolah,” ujarnya.
“Sekolah didata kantinnya. Ini bisa menjadi pemasukan retribusi. Harus teliti, harus jeli ada potensi uang masuk,” sambungnya.
(bel/azh)