Kemacetan TB Simatupang menjadi sorotan masyarakat di pekan ini. (Foto: Okezone.com/Hutama Karya)
JAKARTA – Kemacetan TB Simatupang menjadi sorotan masyarakat di pekan ini. Berbagai cara pun dilakukan untuk mengurai kemacetan, mulai dari rekayasa lalu lintas sampai menghentikan layanan bus Transjakarta di Stasiun MRT Fatmawati pada jam sibuk.
Berbagai kebijakan ini dilakukan sebagai upaya mengurai kemacetan di sekitar Stasiun MRT Fatmawati dan Jalan TB Simatupang.
Berikut fakta-fakta menarik terkait kemacetan TB Simatupang, Minggu (21 September 2025).
1. Rekayasa Lalu Lintas di Jalan TB Simatupang
PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) selaku pengelola jalan tol ruas JORR Seksi S mendukung uji coba rekayasa lalu lintas di Jalan TB Simatupang yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Rekayasa lalu lintas ini berlaku mulai Senin (15 September) sampai dengan Jumat (19 September) pukul 17.00 – 20.00 WIB. Pengguna tol dapat menggunakan jalur alternatif selama rekayasa lalu lintas.
Selama penerapan uji coba ini, pada ruas Gerbang Tol (GT) Fatmawati 2 – Exit Tol Pondok Indah, rekayasa diberlakukan dengan penggunaan 1 lajur transaksi + bahu luar khusus untuk kendaraan Golongan 1.
Sedangkan untuk kendaraan Golongan 2, 3, 4, dan 5 dialihkan ke jalur alternatif melalui Gerbang Tol Ciputat 2.
2. Kementerian Perhubungan Kaji Pembatasan Kendaraan Masuk Jakarta
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Ahmad Yani mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan pembahasan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk penanganan situasi macet di Jalan TB Simatupang.
Ahmad Yani mengatakan salah satu solusi penanganan macet TB Simatupang yang diusulkan Pemerintah Provinsi DKI adalah melakukan pembatasan kendaraan dengan kode nomor polisi (nopol) luar Jakarta masuk ke Jakarta.
“Pemerintah Daerah DKI saat ini meminta kita untuk memberikan pedoman terutama terkait bagaimana kendaraan yang akan masuk dari luar Jakarta ke Jakarta,” ujarnya dalam Media Briefing di Jakarta.
Ahmad Yani menjelaskan, wacana tersebut muncul setelah melihat ketersediaan infrastruktur transportasi yang melayani dari luar Jakarta masuk ke wilayah Jakarta. Ia menilai ketersediaan infrastruktur transportasi itu sudah mampu melayani mobilitas masyarakat dari luar Jakarta ke Jakarta.