Jakarta -
Nama mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim (NAM) terseret dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook saat memimpin Kemendikbudristek. Sejumlah hal terungkap dari penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agug (Kejagug) dalam perkara pengadaan laptop di Kemendikbudristek.
Kapuspenkum Kejagug, Harli Siregar, menyebut Nadiem terlibat aktif dalam pengadaan laptop 2020-2022. Pengadaan ini masuk dalam program digitalisasi yang sudah direncanakan sebelum Nadiem menjadi menteri.
“Perencanaan terhadap program digitalisasi pendidikan ini sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum periode tahun anggaran 2020-2022. Bahkan sudah dilancarkan sebelum yang bersangkutan masuk di kabinet,” kata Harli dalam jumpa pers di gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perkara pengadaan laptop di Kemendikbudristek, Kejagung telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus ini, yaitu:
1. Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW);
2. Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL);
3. Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS);
4. Konsultan perorangan rancangan perbaikan infrastruktur teknologi manajemen sumber daya sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).
Grup WA ‘Mas Menteri Core Team’
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkap ada grup WA ‘Mas Menteri Core Team’ dibuat sejak Agustus 2019. Padahal, Nadiem baru diangkat sebagai Mendikbudristek oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2019.
“Pada bulan Agustus 2019 (Jurist Tan) bersama sama dengan NAM dan Fiona membentuk grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team’ yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila nanti NAM diangkat pada tanggal 19 Oktober 2019,” kata Qohar dalam jumpa pers di gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7).
Kemudian sekitar bulan Desember 2019, Jurist menghubungi Ibrahim Arief dan seorang bernama Yeti Khim untuk membuatkan kontrak kerja penunjukan pekerja PSPK yang bertugas menjadi konsultan teknologi di Kemendikbud. Ibrahim Arief pun bertugas membantu program TIK Kemendikbud dengan menggunakan Chrome OS.
“JS selaku staf khusus menteri bersama Fiona memimpin rapat-rapat melalui Zoom meeting meminta kepada tersangka SW selaku Direktur SD, tersangka MUL selaku Direktur SMP, kemudian IBAM yang hadir dalam rapat Zoom meeting agar pengadaan TIK di Kemendikbudristek menggunakan Chrome OS,” jelas Qohar.
Padahal, kata dia, posisi Jurist sebagai stafsus menteri tidak mempunyai tugas dan wewenang dalam tahap perencanaan dan pengadaan barang atau jasa. Perencanaan itu pun dibahas pada Februari dan April 2020.
Nadiem Makarim, kata Qohar, kemudian bertemu dengan pihak Google, yaitu William dan Putri Datu Alam membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbudristek. Selanjutnya, Jurist Tan menindaklanjuti perintah Nadiem untuk bertemu dengan pihak Google tersebut.
“Kemudian membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek dengan menggunakan Chrome OS, di antaranya juga saat itu dibahas adanya co-investment sebanyak 30% dari Google untuk Kemendikbudristek,” jelas Qohar.
Dalam rapat disampaikan apabila program TIK tahun 2022 menggunakan Chrome OS, co-investment 30% dari Google untuk Kemendikbudristek. Lalu, pada 6 Mei 2020 Jurist Tan bersama dengan Sri Wahyuningsih bersama Mulatsyah dan Ibrahim Arief melakukan rapat daring bersama Nadiem Makarim.
Kala itu, Mulatsyah merupakan Direktur SMP Kemendikbudristek, sementara Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek. “NAM yang memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020-2022 menggunakan Chrome OS dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” terang Qohar.
Selepas itu, Ibrahim Arief selaku selaku konsultan teknologi di Kemendikbudristek sekaligus orang dekat Nadiem sudah merencanakan untuk menggunakan produk Chrome OS. Dia mengarahkan tim teknis mengeluarkan hasil kajian teknis berupa Chrome OS.
“Pada tanggal 17 April 2020, tersangka IBAM sudah mempengaruhi tim teknis dengan cara mendemonstrasikan Chromebook pada saat Zoom meeting dengan tim teknis,” tutur Qohar.
“Ibrahim tidak mau menandatangani hasil kajian teknis pertama yang belum menyebutkan Chrome OS dalam pengadaan TIK di Kemendikbudristek sehingga dibuatkan kajian yang kedua,” imbuhnya.
Pengusutan Kejagung
Nadiem Makarim setelah menjalani pemeriksaan kedua di Kejagung. (Ari Saputra/detikcom)
|
Hal yang Diusut Kejagung dari Nadiem
Nadiem berstatus sebagai saksi dan sudah 2 kali diperiksa dalam perkara ini. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan Nadiem turut punya peran dalam proses pengadaan laptop Chromebook dengan anggaran Rp 9,3 triliun pada 2020-2022 itu.
“Pada 19 Oktober 2019 NAM diangkat sebagai menteri di Kemendikbudristek. Pada bulan Desember 2019, JS mewakili NAM membahas teknis mengenai pengadaan TIK menggunakan Chrome OS dengan ZI Team dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan atau PSPK,” ujar Qohar.
Qohar mengatakan Nadiem juga pernah bertemu dengan pihak Google pada tahun 2020 untuk membahas pengadaan laptop Chromebook itu. Laptop Chromebook menggunakan sistem operasi Chrome OS buatan Google.
“Selanjutnya tersangka JT menindaklanjuti perintah NAM untuk bertemu dengan pihak Google tersebut membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek menggunakan Chrome OS di antaranya co-investment 30% dari Google untuk Kemendikbudristek,” ujar Qohar.
Qohar menyebut Nadiem juga memerintahkan agar pengadaan laptop pada tahun 2020-2022 menggunakan laptop dengan sistem operasi Chrome OS dari Google. Menurut Qohar, perintah itu disampaikan Nadiem dalam rapat virtual yang digelar pada 6 Mei 2020, rapat virtual merupakan hal yang sering dilakukan pada tahun 2020 karena pandemi COVID-19.
“Dalam rapat Zoom meeting tersebut NAM (Nadiem) memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020 sampai dengan 2022 menggunakan Chrome OS dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” ujarnya.
Qohar juga menjawab pertanyaan mengapa Nadiem tetap berstatus saksi meski perannya dalam proses pengadaan laptop itu sudah diuraikan. Menurut Qohar, penyidik masih melakukan pendalaman alat bukti.
“Kenapa tadi NAM sudah diperiksa mulai pagi sampai malam, kemudian hari ini belum ditetapkan sebagai tersangka. Karena berdasarkan kesimpulan penyidik masih perlu ada pendalaman alat bukti,” ujarnya.
Penyidik masih mendalami apa keuntungan yang diterima Nadiem dari proyek tersebut. Salah satu yang diusut terkait hubungan proyek pengadaan laptop dan investasi yang pernah diberikan Google kepada Gojek.
Sebelum menjadi menteri, Nadiem dikenal sebagai pendiri Gojek yang merupakan perusahaan transportasi online. Gojek mendapat sejumlah dana investasi dari perusahaan besar seperti Alphabet yang merupakan perusahaan induk Google pada 2018.
“Apa keuntungan yang diperoleh oleh NAM, ini yang sedang kami dalami. Penyidik fokus ke sana, termasuk tadi disampaikan adanya investasi dari Google ke Gojek, kami sedang masuk ke sana,” jelas Qohar.
Meski demikian, Qohar menyebut undang-undang tidak mensyaratkan seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi harus mendapatkan keuntungan. Qohar mengatakan seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka jika diduga menguntungkan orang lain atau korporasi dalam suatu kasus korupsi.
“Apabila di sana ada niat jahat, ada kesengajaan bahwa perbuatan yang dia lakukan itu melanggar hukum dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” ujarnya.
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop ini diduga menyebabkan kerugian negara Rp 1,9 triliun. Hal tersebut diduga terjadi karena laptop yang dibeli tak bisa digunakan maksimal.
Hitungan Kerugian Negara
Nadiem Makarim sebelum menjalani pemeriksaan kedua di Kejagung. (Ari Saputra/detikcom)
|
Hitungan Kasus Laptop Rugikan Negara Rp 1,9 T
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan pengadaan laptop Chromebook pada 2020-2022 itu dilakukan dengan anggaran Rp 9,3 triliun. Anggaran pengadaan laptop itu bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Pengadaan laptop itu merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan yang digagas Kemendikbudristek era Nadiem. Laptop itu ditujukan untuk digunakan anak-anak di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Namun proses pengadaan laptop itu diduga bermasalah. Kejagung menyebut 1,2 juta unit laptop yang dibeli atas arahan Nadiem itu tak bisa digunakan secara optimal oleh guru dan murid.
“Bahwa dalam pelaksanaannya, pengadaan TIK di Kemendikbudristek tahun 2020 sampai tahun 2022 yang bersumber dari dana APBN satuan pendidikan di Kemendikbudristek dan dana DAK yang seluruhnya berjumlah Rp 9.307.645.245.000 (Rp 9,3 triliun) dengan jumlah sebanyak 1.200.000 unit Chromebook yang semuanya diperintahkan oleh NAM menggunakan pengadaan laptop dengan software Chrome OS, namun Chrome OS tersebut dalam penggunaannya untuk guru dan siswa tidak dapat digunakan secara optimal dikarenakan Chrome OS sulit digunakan khususnya bagi guru dan siswa,” ujarnya.
Pengadaan laptop itu menyebabkan kerugian Rp 1.980.000.000.000 (Rp 1,9 triliun). Kerugian itu dihitung dari selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode illegal gain.
Berikut perhitungan kerugian negara yang diuraikan Kejagung:
– Item software (CDM) senilai Rp 480.000.000.000 (Rp 480 miliar)
– Markup atau selisih harga kontrak dengan principal laptop di luar CDM senilai Rp 1.500.000.000.000 (Rp 1,5 triliun).
“Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar 1.980.000.000.000,” ujar Qohar.
Pejabat Diganti Tak Bisa Ikuti Arahan Nadiem
Kejagung mengungkap ada pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemendikbudristek diganti saat pembahasan pengadaan laptop Chromebook. Pejabat itu diganti karena dianggap tak bisa melaksanakan perintah Nadiem Makarim untuk pengadaan Chromebook.
Qohar mengatakan Nadiem memimpin rapat pada 6 Mei 2020 dan memerintahkan agar pengadaan laptop untuk program digitalisasi pendidikan pada 2020-2022 menggunakan laptop dengan sistem Chrome OS dari Google. Perintah itu kemudian ditindaklanjuti oleh para tersangka.
Tersangka Sri menindaklanjuti perintah Nadiem itu dengan menyuruh PPK pada Direktorat SD Kemendikbudristek, Bambang Hadi Waluyo, untuk memilih pengadaan laptop Chromebook sesuai arahan Nadiem. Namun, Bambang dianggap tak mampu melaksanakan perintah Nadiem sehingga berujung diganti.
“Pada tanggal 30 Juni 2020, bertempat di Hotel Arosa, Jalan Veteran Bintaro, Jakarta Selatan, SW menemui temannya bersama Ihsan Tanjung (swasta) menyuruh Bambang Hadi Waluyo selaku pejabat pembuat komitmen pada Direktorat SD tahun 2020 agar menindaklanjuti perintah NAM untuk memilih pengadaan TIK dengan operating system Chrome OS dengan metode e-katalog. Pada tanggal yang sama, 30 Juni 2020, SW mengganti Bambang Hadi Waluyo sebagai PPK dengan PPK yang baru bernama Wahyu Haryadi karena Bambang Hadi Waluyo dianggap tidak mampu melaksanakan perintah NAM untuk pengadaan TIK dengan menggunakan Chrome OS,” ujar Qohar.
Masih pada hari yang sama, PPK itu menindaklanjuti perintah Sri untuk segera ‘klik’ pemesanan laptop Chromebook setelah bertemu dengan Indra Nugraha dari perusahaan penyedia. Sri juga diduga memerintahkan Wahyu selaku PPK untuk mengubah metode e-katalog menjadi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah atau SIPLAH.
“Dan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek untuk sekolah dasar sebanyak 15 unit laptop dan connector satu unit per sekolah dengan harga Rp 88.250.000 dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek,” ucapnya.
Halaman 2 dari 3
(rfs/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini