Jakarta –
Sebanyak empat rumah di bantaran Kali Ciliwung kawasan Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur amblas. Korban bercerita sempat mendengar suara retakan saat peristiwa terjadi.
Peristiwa terjadi pada Selasa (8/7) pukul 13.00 WIB siang tadi. Salah seorang pemilik rumah, Deri (28) mengatakan saat itu dirinya sedang memasak di dapur. Deri sempat mendengar suara batu terjatuh ke air diikuti getaran di lantai rumah.
Saat masuk ke dalam rumahnya, dia melihat momen lantai kamar orang tuanya amblas. Dapur yang dipakainya memasak pun ikut amblas sebagian hingga beberapa perabotannya hanyut ke kali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya lagi masak di belakang, kayak ‘krak’ gitu, ada suara-suara. Iya bunyi gitu, goyang, langsung lari aja saya, lari (keluar) kejadian langsung,” kata Deri saat ditemui di rumahnya, Selasa (8/7/2025).
“Ya udah saya lari. Udah curiga kan, ininya mulai retak kan, sewaktu-waktu pasti longsor,” sambung dia.
Deri mengatakan rumahnya memang tidak terdampak banjir yang belakangan terjadi di Jakarta. Letak rumahnya lebih tinggi daripada rumah-rumah lain di bantaran kali Sungai Ciliwung.
Ayah Deri, Suparno menambahkan rumahnya amblas lantaran penopang bagian bawah rumah sudah rusak. Karungan pasir yang disusun untuk menopang rumahnya sudah tak terlihat di bagian bawah.
“Yang ambrol itu kamar, kamar saya. Sebetulnya itu sejak minggu udah ada bolong sedikit, ambrol. Niatnya mau saya perbaiki, nunggu arus sungainya normal. Eh malah kejadian gini. Belum sempat dibenerin udah ambrol duluan,” jelas Suparno yang biasa dipanggil Papi itu.
Papi mengaku bersyukur tak ada korban karena insiden ini. Anaknya yang sedang memasak selamat bahkan sempat merekam momen menegangkan tersebut.
“Nggak ada korban alhamdulillah, iya pas ambrol ikut rusak juga dapur, kompor segala macam piring hanyut aja. Tinggal gasnya aja selamet ini. Itu tuh mesin cuci juga di bawah masih nyempil gitu. Wah iya, kalau anak saya nggak masuk pas masak gitu mungkin bisa jatuh ke kali,” ungkapnya.
Papi menceritakan, rumah miliknya ini sudah ditempati sejak tahun 1989 atau kala dirinya merantau ke Jakarta untuk bekerja sebagai sopir. Awalnya dia mencari kontrakan murah, namun justru mendapatkan rumah itu.
“Pas saya jalan-jalan nyari kontrakan ketemu lah ini rumah. Waktu itu masih bangunan kumuh, cuma kayak bata ditumpuk nggak ada besinya, miring kondisinya,” ucap dia.
Siapa sangka, rumah yang dibeli Papi tidak memiliki sertifikat apapun. Dalam kata lain tidak ada legalitas soal bagunan atau tanah yang didudukinya.
“Rumah-rumah yang samping juga sama, yang punya satu orang. Saya belilah itu harganya Rp 4,5 juta. Nggak surat tanah atau apa legalitas itu nggak ada. Tapi karena itungannya murah, saya beli. Ketimbang di kontrakan bayar Rp 1,5 juta per bulan,” jelasnya.
Meski begitu, Papi mengaku tahu risikonya tinggal di bantaran kali. Dia juga tak khawatir atau takut dengan apapun saat tinggal di sana.
“Ya, saya tahu risikonya. Saya tinggal di tempat pasti tahu risikonya. Tapi kan kita butuh tempat tinggal. Dulu jaman Pak Ahok pernah mau ditawarin pindah ke rusun. Kita nggak mau, kecuali kalau dikasih tanah, nggak apa-apa kita bangun sendiri rumahnya. Saya udah biasa tinggal di pinggir kali, nggak khawatir saya,” katanya.
Selama tinggal di sana, Papi dan keluarganya kerap menjumpai ular hingga biawak. Bahkan dia punya alat khusus untuk menangkap reptil-reptil tersebut.
“Biasanya sering nangkapin biawak, ular sanca segede kaki gini. Sering itu, ada yang masuk rumah, atau ke tetangga gitu. Ini saya sampai punya alatnya khusus buat nangkep,” jelasnya.
“Dulu-dulu kadang ada mayat lewat, atau tetangga yang hanyut pas mau mandi, ambrol lantainya ke bawah. Nggak takut, udah biasa,” sambungnya.
Simak Video: Warga Matraman Cerita Detik-detik Rumahnya Amblas ke Kali Ciliwung
(wnv/wnv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini