Iran pun berencana membalas serangan AS, salah satunya dengan menutup Selat Hormuz. (Foto: Okezone.com/Reuters)

JAKARTA – Amerika Serikat (AS) menyerang fasilitas nuklir Iran, sehingga meningkatkan ketegangan di Timur Tengah. Iran pun berencana membalas serangan tersebut, salah satunya dengan menutup Selat Hormuz.

Rencana penutupan Selat Hormuz berdampak sangat besar karena dapat mengganggu ekspor minyak dan gas dari kawasan tersebut. Sebab, seperlima atau 20% pasokan minyak mentah dunia melintasi jalur ini.

Selain itu, Iran merupakan produsen minyak mentah terbesar ketiga di antara negara anggota OPEC. Hal inilah yang dikhawatirkan jika Selat Hormuz ditutup.

Berikut fakta-fakta terkait Selat Hormuz yang dirangkum Okezone, melansir dari Reuters, Senin (23/6/2025):

1. Iran Ancam Tutup Selat Hormuz

Iran memiliki banyak cara untuk menghambat jalur penting ini. Mereka dapat menanam ranjau di Selat Hormuz (yang hanya selebar 55 km di titik tersempitnya).

Iran juga bisa menggunakan militer atau pasukan IRGC untuk menyerang kapal-kapal yang melintas. Strategi ini sudah pernah digunakan Iran dalam beberapa tahun terakhir.

2. Sejarah Selat Hormuz

Sejarah mencatat Selat Hormuz pernah terganggu, meski belum pernah terblokir total. Era perang Iran-Irak pada 1980-an menyebabkan konflik laut yang dikenal sebagai “Perang Tanker”.

Kapal tanker milik Iran, Arab Saudi, dan AS menjadi sasaran serangan.

Konflik di perairan sekitar Selat Hormuz bukan hal baru. Insiden antara angkatan laut Iran dan Amerika Serikat terjadi pada akhir 2007. Ada juga kejadian di mana speedboat Iran mendekati kapal perang AS. Situasi ini memicu ketegangan diplomatik, meski tidak ada tembakan.

Pada April 2023, pasukan Iran menyita kapal tanker minyak Advantage Sweet yang disewa oleh Chevron di Teluk Oman. Kapal tersebut dibebaskan lebih dari setahun kemudian.

Iran beberapa kali membuat lalu lintas kapal di kawasan Teluk terganggu melalui kejadian-kejadian ini.

Militer Amerika Serikat biasanya bertindak cepat terhadap situasi seperti ini. Dampaknya terhadap pasokan energi dunia tidak berlangsung lama atau terlalu besar, meski tetap ada kemungkinan gangguan lanjutan.

3. Cuma Dua Negara yang Tak Bergantung pada Selat Hormuz

Dua negara penghasil minyak terbesar di kawasan Teluk adalah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Keduanya memiliki jalur alternatif untuk menghindari Selat Hormuz jika sewaktu-waktu terjadi gangguan.

Arab Saudi memproduksi sekitar 9 juta barel minyak per hari dan memiliki jaringan pipa dari ladang minyak di Abqaiq (Timur) ke pelabuhan Yanbu di Laut Merah (Barat).

Pipa ini mampu mengalirkan 5 juta barel per hari. Pada tahun 2019, kapasitasnya pernah ditingkatkan hingga 7 juta barel.

Sedangkan Uni Emirat Arab memiliki pipa berkapasitas 1,5 juta barel per hari. Pipa ini mengalirkan minyak dari ladang darat ke pelabuhan Fujairah yang berada di luar jalur Selat Hormuz.

Namun jalur alternatif ini tidak sepenuhnya aman. Kelompok Houthi di Yaman (yang didukung Iran) telah beberapa kali menyerang kapal di Laut Merah dan Terusan Suez. Serangan ini berpotensi mengganggu pengiriman dari arah barat.

Negara seperti Irak, Kuwait, dan Qatar belum memiliki jalur pipa alternatif. Mereka masih sangat bergantung pada Selat Hormuz.

 



Source link

Share.