Pendalaman itu dilakukan dalam sidang sengketa tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim), di PN Jakarta Pusat, terkait dugaan pemasangan patok oleh dua karyawan PT Wana Kencana Mineral (WKM), Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang.
Kepada JPU, Awwab mengungkapkan saat memeriksa wilayah tambang PT WKM, ia menemukan adanya galian yang diduga merupakan aktivitas penambangan. Padahal, PT WKM belum memulai proses tambang apa pun di lokasi tersebut.
“Karena itu, dan atas perintah Direktur Utama PT WKM Eko Wiratmoko, saya memerintahkan Marsel untuk memasang pagar sepanjang 12 meter agar tidak ada pihak yang memasuki wilayah IUP kami,” kata Awwab di persidangan dikutip Kamis 20 November 2025.
Pagar tersebut, lanjutnya, dipasang untuk menandai batas wilayah dan mencegah dugaan penyerobotan.
Dalam penjelasan dua terdakwa dan kuasa hukumnya di sidang, beberapa aspek terkait sengketa terungkap saat Majelis Hakim mempertanyakan titik penanaman patok. Keterangan terdakwa menyebut patok berada jelas dalam wilayah IUP PT WKM.
Selain tentang pemasangan pagar atau patok, status wilayah IUP adalah area virgin forest alias hutan perawan yang belum pernah dieksplorasi maupun dibuat jalan. Sehingga mustahil ada pembuatan jalan sedari awal.
Sementara yang terjadi justru ada pembukaan jalan baru. Inilah yang dipertanyakan kuasa hukum terdakwa, mengapa hutan yang semestinya tanpa aktivitas penebangan apalagi tambang, malah terungkap temuan bahwa telah ada jalan yang dibangun di wilayah tersebut.
Padahal jalan itu bukan bagian dari perjanjian ataupun Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT WKM.
“Kalau itu jalan baru, maka itu merupakan perbuatan melawan hukum. Semua saksi dan terdakwa sudah menjelaskan bahwa sebelumnya tidak pernah ada jalan di sana,” ujar kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak.
Rolas juga menyinggung soal legal standing pelapor. Berdasarkan keterangan ahli yang dihadirkan sebelumnya, pihak yang berhak melaporkan tindakan di atas wilayah IUP adalah pemegang IUP atau pemilik tanah yang sah.
“PT Position ini bisa disebut sebagai ‘penumpang gelap’. Tidak punya dasar untuk melaporkan klien kami,” ujar Rolas.
Ia juga menekankan bahwa dalam hukum pidana, harus ada unsur keuntungan yang diperoleh terdakwa. Menurutnya, dua karyawan PT WKM tidak mendapatkan keuntungan apa pun dari pemasangan pagar tersebut.
“Kasus ini seakan-akan mengajarkan bahwa memasang patok di tanah sendiri bisa membuat Anda dipenjara. Semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi di republik ini,” pungkasnya.

