Jakarta –
Ombudsman membuka peluang menjemput paksa Ketua KPK Firli Bahuri dkk terkait dugaan maladministrasi pencopotan Brigjen Endar Priantoro. Jemput paksa akan dilakukan jika Firli dkk tidak memenuhi panggilan tersebut.
“Opsi ketiga adalah opsi pemanggilan paksa bila Ombudsmans menilai ada unsur kesengajaan apalagi dibuktikan dengan surat tertulis terkait dengan penolakan kehadiran,” ujar anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng kepada wartawan di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2023).
Robert mengatakan upaya jemput paksa itu juga diatur dalam Undang-undang. Dia menyebut upaya jemput paksa juga bisa dilakukan jika Ombudsman menemukan unsur kesengajaan KPK secara terang-terangan mempertanyakan kewenangan Ombudsman.
“Opsi kedua adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 31 Undang-undang 37 tahun 2008 bahwa Ombudsman bisa menghadirkan dan berwenang menghadirkan terkapor secara paksa, pemanggilan paksa dengan bantuan Kepolisian Negara RI. Ini opsi yang diambil ketika kami menilai ketidakhadiran itu karena unsur kesengajaan apalagi secara terang benderang menyampaikan arguemntasi yang justru mempertanyakan kewenangan Ombudsman,” ujarnya.
Dia membeberkan dua opsi lainnya yang dapat diambil Ombudsman. Di antaranya permintaan klarifikasi melalui surat atau telepon serta menganggap Firli dkk tak menggunakan hak jawabnya.
“Opsi itu kan ada beberapa di Ombudsman. Kembali saya sampaikan ada yamg memang opsinya itu hanya lewat jawaban tertulis, kalau kami menilai secara teknis yang bersangkutan memang tidak bisa hadir dan bahkan terhadap terlapor pun terkadang juga karena pelapor sangat merahasiakan identitasnya kami juga tidak mau intensitas keterhadirannya juga tinggi atau dia berada di tempat yang jauh yang memang Ombudsman bisa saja itu hanya dengan proses apakah telpon apakah surat menyurat sejauh Ombudsman memang menilai informasi yang diberikan memenuhi kebutuhan kami, kebutuhan pemeriksaan itu opsi yang bisa diambil,” ujar Robert.
“Opsi kedua adalah opsi dengan kemudian kami menganggap bahwa yang bersangkutan tidak menggunakan hak jawabnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan Ombudsman akan melakukan konsolidasi untuk menentukan opsi yang dipilih. Dia menuturkan pemeriksaan laporan dugaan maladministrasi yang dilaporkan Endar masih terus dilakukan.
“Nah ini tiga opsi, mana yang dipilih Ombudsman akan terus melakukan upaya konsolidasi dan persiapan untuk nanti pada akhirnya tentu juga ini akan menjadi informasi publik,” ujarnya.
Sebelumnya, Ombudsman RI masih memproses laporan Brigjen Endar Priantoro perihal dugaan adanya maladministrasi terkait pencopotannya sebagai Direktur Penyelidikan KPK. Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat pemanggilan untuk Ketua KPK Firli Bahuri terkait laporan tersebut.
“Kami sudah berkirim surat tanggal 11 Mei ke Ketua KPK Saudara Firli Bahuri yang disampaikan juga sejumlah dokumen pendukung, kronologi kasus, dan sebagainya dan kemudian dijawab oleh KPK melalui surat tanggal 17 Mei 2023, yang intinya menyampaikan bahwa pimpinan KPK sangat menghargai tugas dan fungsi Ombudsman dalam mengawasi pelayanan publik dan kemudian menyampaikan poin kedua saat ini kami masih mempelajari dan menelaah permintaan tersebut,” kata Robert Na Endi Jaweng kepada wartawan di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).
Robert mengatakan jawaban KPK, yang masih mempelajari dan menelaah laporan, kala itu pun dianggap sebagai kabar baik. Ombudsman pun lantas memberikan waktu kepada KPK bersiap.
“Ini tentu kabar yang baik bagi kami dan memang umumnya juga seperti ini jadi kalau pihak terlapor masih perlu persiapan, Ombudsman memberikan waktu,” imbuhnya.
(azh/dhn)