Pebulutangkis ganda putra Indonesia, Fajar Alfian. (Foto: PBSI)
NAMA Fajar Alfian kini dikenal sebagai salah satu ganda putra terbaik dunia. Namun, di balik kariernya yang gemilang ini, Fajar menyimpan kisah unik, di mana ia baru serius fokus ke bulu tangkis setelah lulus SMA, dan kini harus menerima kenyataan dikalahkan oleh juniornya di final Australia Open 2025.
Perjalanan Fajar menuju Pelatnas PBSI tergolong kilat dan tak terduga. Setelah lulus SMA, ia sempat melanjutkan kuliah sambil tetap bermain bulu tangkis.
Tak disangka, di pertengahan 2014, Fajar dipanggil untuk menjalani masa magang di Cipayung, hingga akhirnya mendapat Surat Keputusan (SK) sebagai penghuni tetap Pelatnas pada awal 2015.
“Ya mungkin karena rezekinya di bulu tangkis, enggak sampai setahun bertahan di bulu tangkis, cuma tiga bulan akhirnya saya dipanggil ke Pelatnas buat magang. Jadi di pertengahan 2014 magang, lalu pada 2015 awal baru dapat SK,” kenang Fajar.
1. Tak Pernah Ngoyo, Mengalir Bagai Air
Mengingat Fajar baru benar-benar fokus setelah lulus SMA, ia memiliki waktu persiapan yang jauh lebih singkat dibandingkan atlet lain yang sudah ‘jor-joran’ sejak SMP. Meski begitu, Fajar mengaku tidak pernah merasa terbebani atau berambisi keras untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
“Enggak, saya enggak terpikirkan buat ngejar. Apakah saya pengen ngejar yang lain? Itu enggak. Saya menjalani kayak air mengalir aja. Karena tujuannya emang enggak masuk pelatnas. Enggak tahu yang pelatnas itu seperti apa gitu,” tuturnya.
Fajar hanya mengikuti alur, dan takdir membawanya ke puncak ganda putra dunia. Fajar menduga, keberhasilannya menjuarai Kejurnas dan disukai oleh pelatih saat itu, Koh Herry IP menjadi kunci pemanggilannya.
“Tiba-tiba saja juara Kejurnas, terus tiba-tiba mungkin pelatih juga suka. Akhirnya dipanggil buat magang dulu,” pungkasnya.

