Ia menjelaskan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memiliki keyakinan kuat bahwa transisi teknologi yang adil dapat diwujudkan.
Menurutnya kesetaraan akses teknologi merupakan prasyarat untuk menciptakan masa depan yang setara.
“Masa depan yang adil dan setara adalah tujuan kita bersama. Namun kita harus jujur, apakah kita bergerak mendekati masa depan itu, atau justru menjauh darinya?” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa AI saat ini masih didominasi negara maju dan korporasi besar sehingga berpotensi memperlebar jurang ketimpangan.
Gibran menekankan bahwa transformasi digital tidak boleh mengulang ketidakadilan dari revolusi industri sebelumnya.
“Revolusi ini harus adil dan harus bermanfaat bagi rakyat. G20 harus memastikan bahwa AI menjadi kekuatan untuk inklusi,” tegasnya.
Karena itu, ia mendorong tata kelola AI yang etis dan akses setara terhadap data, sistem pelatihan, dan platform digital global.
Gibran juga menggarisbawahi ketimpangan rantai pasok mineral kritis yang selama ini membuat negara berkembang hanya mengekspor bahan mentah tanpa menikmati nilai tambah.
Sebagai contoh, Gibran menyampaikan langkah Indonesia dalam membangun industri dalam negeri dan hilirisasi untuk memastikan manfaat sumber daya alam kembali kepada rakyat.
“Ini bukan tentang menutup pintu. Ini tentang membuka kemitraan yang adil, menghubungkan investasi, transfer teknologi, dan praktik yang bertanggung jawab,” tandasnya.

