Le Figaro melaporkan, rencana ini pertama kali disampaikan Macron pada Juli lalu sebagai respons terhadap apa yang ia sebut sebagai “ancaman abadi dari Rusia”. Moskow langsung menepis klaim tersebut sebagai mengada-ada.
Skema baru ini diperkirakan menawarkan masa dinas sukarela selama sekitar 10 bulan dan akan diberikan kompensasi. Belum ada penjelasan rinci mengenai perbedaan program ini dengan layanan militer profesional yang sekarang berlaku. Prancis sendiri menghentikan wajib militer sejak 1997 pada era Presiden Jacques Chirac.
Dalam pernyataannya di sela-sela KTT G20 di Afrika Selatan, Macron menegaskan urgensi memperkuat pertahanan negara.
“Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian dan meningkatnya ketegangan. Prancis harus tetap menjadi negara yang kuat dengan militer yang kuat,” ujarnya, dikutip dari RT, Selasa 25 November 2025.
Menurut Le Figaro, program ini berpotensi menarik hingga 50.000 peserta setiap tahun. Langkah tersebut sejalan dengan tren di sejumlah negara Eropa yang meningkatkan kapasitas militernya sejak meletusnya perang di Ukraina pada 2022.
Beberapa negara Eropa lainnya juga telah mengambil langkah serupa, termasuk Polandia, Jerman, Belanda, Latvia, Kroasia dan Denmark.
Jenderal Fabien Mandon, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Prancis, juga menilai bahwa negaranya tidak boleh tertinggal dari tren di Eropa. Ia mengingatkan bahwa beberapa negara tetangga “sedang dalam proses memperkenalkan kembali dinas nasional.”

