Tertutup sudah pintu bagi mereka yang ingin melakukan pencatatan pernikahan beda agama di Indonesia. Mahkamah Agung (MA) resmi melarang hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama. Hal itu menyikapi kontroversi penetapan hakim di berbagai daerah.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengizinkan pernikahan beda agama di antara dua pasangan kekasih Islam dan Kristen. Selain berdasarkan UU Adminduk, penetapan yang diketok hakim Bintang AL mendasarkan alasan sosiologis, yaitu keberagaman masyarakat.
“Heterogenitas penduduk Indonesia dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang,” ucap hakim Bintang AL dari pertimbangan penetapannya sebagaimana dikutip detikcom, Minggu (25/6).
Disebutkan bahwa calon mempelai laki-laki berinisial JEA adalah seorang Kristen, dan calon mempelai wanita berinisial SW adalah seorang muslimah. Keduanya sudah berpacaran selama 10 tahun hingga meyakinkan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Keduanya menikah di sebuah gereja di Pamulang yang dihadiri orang tua kedua mempelai. Namun, saat hendak didaftarkan ke negara lewat Dinas Catatan Sipil Jakarta Pusat, mereka ditolak karena perbedaan agama.
Oleh sebab itu, keduanya mengajukan permohonan ke PN Jakpus untuk diizinkan dan dikabulkan.
“Memberikan izin kepada para pemohon untuk mencatatkan perkawinan beda agama di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakpus,” demikian putus hakim tunggal Bintang AL.
Hakim Bintang AL menyatakan putusan itu sesuai Pasal 35 huruf a UU 23/2006 tentang Adminduk. Juga berdasarkan putusan MA Nomor 1400 K/PDT/1986 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan beda agama.
“Bahwa dengan demikian pula Pengadilan berpendapat bahwa perkawinan antar agama secara objektif sosiologis adalah wajar dan sangat memungkinkan terjadi, mengingat letak geografis Indonesia, heterogenitas penduduk Indonesia, dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang,” ucap hakim Bintang AL.
Penetapan serupa juga telah diketok berbagai pengadilan di Indonesia. Salah satunya hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Agnes Hari Nugraheni, yang mengizinkan sepasang kekasih yang beragama Islam dan Katolik menikah. Calon pengantin pria, YC (27), dan calon pengantin wanita, AG (26), sebelumnya sudah menikah secara agama.
“Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam kehidupan masyarakat di mana seorang pria dan wanita hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah (kumpul kebo) karena berbeda agama sehingga tidak dapat melangsungkan perkawinan yang sah, maka hukum harus memberi jalan keluar terutama memberi perlindungan dan pengakuan status pribadi dan status hukum dalam setiap peristiwa penting yang dialami masyarakat, khususnya dalam hal perkawinan,” tegas Agnes Hari Nugraheni.
Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. SEMA 2/2023 itu ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin.
Berikut isi SEMA yang dikutip detikcom:
Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
1. Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.
Kata Dukcapil
Lalu apa kata Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri terkait itu?
“Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 35 huruf a, dengan penjelasan bahwa Pencatatan Perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan,” kata Dirjen Dukcapil, Teguh Setyabudi, kepada wartawan, Selasa (18/7/2023).
Penjelasan Pasal 35 Huruf a, yang dimaksud dengan ‘perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan’, adalah perkawinan yang dilakukan antarumat yang berbeda agama.
“Artinya perkawinan beda agama tidak dapat dicatatkan, kecuali ada penetapan pengadilan,” ucap Teguh.
Menurut Teguh, yang dinyatakan oleh SEMA Nomor 2 Tahun 2023 tersebut ditujukan kepada para hakim.
“Dinas Dukcapil tetap dalam ranah regulasi, bahwa terhadap pelayanan pencatatan perkawinan, tidak akan pernah ada pencatatan perkawinan beda agama di Dinas Dukcapil sepanjang pengadilan tidak mengabulkan permohonan perkawinan beda agama, dan sepanjang tidak ada penetapan pengadilan,” jelas Teguh.
Baca halaman selanjutnya>>