Medan, CNN Indonesia —
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara (Sumut) menyatakan banjir bandang hingga tanah longsor di sejumlah daerah Sumut terjadi karena kerusakan Ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru.
Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Rianda Purba menyebutkan daerah-daerah yang mengalami kerusakan terparah berada di sekitar Batang Toru, meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga.
“Ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru merupakan salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumatera Utara,” ujar Rianda, Jumat (28/11/2025) dalam keterangan tertulisnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya secara administratif, tutupan hutan Harangan Tapanuli terbagi di Tapanuli Utara (66,7%), Tapanuli Selatan (22,6%), dan Tapanuli Tengah (10,7%). Sebagai bagian dari Bukit Barisan, hutan ini menjadi sumber air utama, pencegah erosi, serta pusat Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir hingga ke wilayah hilir.
“Kami melihat setiap banjir membawa kayu-kayu berukuran besar. Citra satelit pun menunjukkan area gundul di sekitar lokasi. Ini bukti bahwa kebijakan yang membuka ruang pembukaan hutan oleh perusahaan telah memperparah kerusakan di Batang Toru,” ujarnya.
Rianda menilai gelondongan kayu yang terseret banjir menjadi indikator kuat adanya penebangan di kawasan sekitar bencana. Laju deforestasi di wilayah itu sulit dibendung karena perusahaan-perusahaan yang beraktivitas di ekosistem Batang Toru melakukan penebangan pohon dengan berlindung dibalik izin dikeluarkan pemerintah.
“Banjir bandang dan tanah longsor sering disebut sebagai akibat dari hujan yang berlangsung secara terus menerus seolah-olah bencana yang datang murni dari alam tanpa campur tangan manusia,” katanya.
Rianda menambahkan dari dokumen kajian risiko bencana nasional Provinsi Sumatera Utara Tahun 2022-2026, wilayah yang berada di Ekosistem Batang Toru masuk ke dalam kategori dengan risiko tinggi banjir dan longsor.
“Hanya Kabupaten Samosir yang masuk kategori risiko rendah. Daerah yang terdampak banjir dan longsor sekarang memang sudah dipetakan sebagai kawasan rawan,” ungkapnya.
Walhi juga menekankan pentingnya menjaga kelestarian Batang Toru yang menjadi habitat satwa langka seperti Orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, tapir, dan berbagai spesies dilindungi lainnya.
“Bencana alam yang terjadi bukan hanya sekedar perubahan iklim dan intensitas hujan tinggi, namun faktor pendukung besarnya yaitu illegal logging yang cukup masif. Kerusakan ekosistem tentunya mengancam keanekaragaman hayati, dan juga meningkatkan risiko bencana bagi masyarakat di sekitarnya,” paparnya.
Rianda menuding tujuh perusahaan yang diduga berperan dalam kerusakan hutan dan lahan di DAS Batang Toru, mulai dari tambang, energi, hingga perkebunan. Perusahaan tersebut berada di wilayah Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah.
Oleh karena itu, Walhi menuntut pemerintah untuk menghentikan aktivitas industri ekstraktif di Ekosistem Batang Toru. Kemudian menindak tegas pelaku perusakan lingkungan termasuk tujuh perusahaan yang diindikasikan merusak hutan dan lahan di DAS Batang Toru.
“Kami juga meminta pemerintah menetapkan kebijakan perlindungan ekosistem Batang Toru melalui RTRW kabupaten, provinsi, dan nasional secara terpadu serta memastikan kebutuhan dasar para penyintas hingga mengevaluasi wilayah rawan bencana untuk memitigasi kejadian serupa,” tutupnya.
Sebelumnya Polda Sumut mencatat bencana banjir, longsor hingga angin puting beliung meluas hingga ke 19 kabupaten kota di Sumut. Intensitas hujan tinggi dan kerusakan alam menjadi penyebab utama bencana beruntun dalam beberapa hari terakhir.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan mengatakan dari total kejadian yang dipetakan, bencana didominasi oleh banjir sebanyak 214 kejadian, disusul tanah longsor 135 kejadian, pohon tumbang 16 kejadian, serta angin puting beliung 2 kejadian.
“Tercatat 62 orang meninggal dunia, luka berat 13 orang, luka ringan 82 orang dan yang masih belum ditemukan atau masih dalam pencarian sebanyak 65 orang. Kemudian sebanyak 9.845 orang yang terdampak masih mengungsi di lokasi yang telah disediakan,” ujar Ferry, Jumat (28/11/2025).
Wilayah yang terdampak bencana yakni Tapanuli Tengah, Sibolga, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, Nias, Padangsidimpuan, Langkat, Nias Selatan, Serdangbedagai, Medan, Deliserdang, Tanah Karo, Tebingtinggi, Batubara, Binjai, dan Asahan.
“Wilayah terdampak paling parah meliputi Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), serta wilayah Kota Medan,” ujarnya.
(frd/fra/fra)
[Gambas:Video CNN]

