“Kami sangat prihatin dan menyampaikan duka cita mendalam kepada warga yang terdampak. Kami juga mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna meringankan penderitaan para korban,” ujar Anggota Komisi XII DPR RI, Meitri Citra Wardani, Senin, 1 Desember 2025.
Legislator PKS itu menegaskan bahwa tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa Indonesia tengah menghadapi krisis ekologis. Situasi ini menuntut perubahan cara pandang serta tata kelola lingkungan secara menyeluruh.
Menurutnya, bencana di Sumatera harus menjadi momentum bagi seluruh pemangku kepentingan — pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, hingga masyarakat — untuk melakukan “taubat ekologis”.
“Ini sebagai bentuk komitmen moral sekaligus langkah awal untuk menghentikan kerusakan lingkungan yang terus berulang dan memperparah bencana hidrometeorologi,” kata Meitri.
Ia menjelaskan, banjir bandang tidak semata-mata bencana alam. Peristiwa ini merupakan alarm keras bahwa kerusakan lingkungan, deforestasi, alih fungsi lahan, dan tata ruang yang tidak berpihak pada keselamatan rakyat telah mencapai titik mengkhawatirkan.
“Taubat ekologis perlu segera dilakukan, yaitu dengan mengubah cara berpikir, cara hidup, serta cara kita mengelola alam,” tegasnya.
Meitri menambahkan, curah hujan ekstrem bukan satu-satunya penyebab bencana. Menurutnya, menurunnya daya dukung lingkungan akibat pembabatan hutan, alih fungsi lahan yang tak terkendali, serta lemahnya pengawasan terhadap industri dan pertambangan, turut memperbesar risiko bencana bagi masyarakat.
“Hujan tidak bisa kita kendalikan. Tapi kerusakan hutan dan sungai adalah akibat ulah manusia. Taubat ekologis berarti berani mengakui kesalahan bersama dan memperbaikinya lewat tindakan nyata,” ujarnya.
Lebih jauh, Meitri mendorong pemerintah untuk segera mengevaluasi izin pemanfaatan ruang di wilayah rawan bencana, melakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap industri, pertambangan, dan perkebunan, serta memperkuat penegakan hukum terhadap para perusak lingkungan.
Ia juga menekankan pentingnya pemulihan kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) melalui reforestasi dan rehabilitasi lahan, ditambah penguatan sistem peringatan dini serta peningkatan kesiapsiagaan masyarakat.
Atas dasar itu, Meitri mengajak masyarakat menjadikan taubat ekologis sebagai gerakan moral bersama. Menurutnya, perubahan kecil dalam kehidupan sehari-hari seperti menjaga kebersihan sungai, mengurangi sampah, hingga menghentikan kebiasaan merusak alam, merupakan tanggung jawab bersama.
“Kita harus kembali pada prinsip keseimbangan. Setiap sampah yang dibuang sembarangan, setiap hutan yang ditebang tanpa reboisasi, dan setiap sungai yang dicemari adalah bom waktu. Taubat ekologis mengajak kita memperbaiki perilaku sehari-hari, mencintai alam sebagai amanah, bukan sekadar komoditas,” pungkasnya.

