“Iradiasi itu sengaja diberikan untuk keamanan pangan. Justru makanan yang diiradiasi menjadi lebih aman dan tahan lama,” kata Haendra dalam Media Gathering di Kantor Bapeten, Jakarta, Kamis, 4 Desember 2025.
Ia memaparkan bahwa ke depan Indonesia menghadapi peluang besar ekspor buah ke Australia, yang mewajibkan proses iradiasi sebagai syarat utama.
Haendra menegaskan iradiasi berbeda dengan kontaminasi maupun paparan radiasi.
“Kalau makanan terkena kontaminasi radiasi, sedikit saja tidak akan ada yang mau makan, itu bahaya. Tapi iradiasi dengan dosis tepat justru membuat produk lebih awet,” jelasnya.
Ia mencontohkan produk pangan seperti rendang yang mampu bertahan hingga satu tahun setelah melalui proses iradiasi.
Teknologi ini dinilai membuka peluang ekspor besar bagi Indonesia, terutama pada komoditas hortikultura dan makanan olahan.
Namun Haendra mengungkapkan masih ada sejumlah perusahaan Indonesia yang enggan mencantumkan logo ‘Radura’, sebagai penanda produk telah diiradiasi.
Padahal di negara lain, logo tersebut justru menjadi simbol jaminan keamanan pangan.
“Beberapa perusahaan tidak mau mencantumkan logo itu. Katanya nanti pembeli takut. Ini menunjukkan sosialisasi kita belum masif,” tegasnya.
Haendra menilai ketakutan tanpa dasar harus diluruskan agar tidak merugikan industri nasional.
“Kita harus angkat dan jelaskan bahwa teknologi ini aman dan mendukung daya saing produk nasional. Dengan edukasi jelas dan transparan, publik akan semakin percaya,” tutup Haendra.

