Sementara khusus Oktober 2025, dwelling time tercatat lebih rendah, yaitu 2,47 hari.
“Dwelling time untuk Oktober 2025 kita mencapai 2,47 hari, tapi secara agregat sampai dengan Oktober 2025 itu 2,93 hari,” kata Kepala Lembaga Nasional Single Window (LNSW), Oza Olavia, dalam media briefing di Jakarta pada Kamis, 4 Desember 2025.
Oza menjelaskan, banyak variabel yang mempengaruhi cepat lambatnya waktu bongkar muat. Proses ini melibatkan sejumlah kementerian/lembaga yang menangani urusan ekspor dan impor.
Salah satu faktor penyebab kenaikan dwelling time terjadi saat periode libur Lebaran 2025 hingga dua pekan dan pelabuhan tidak beroperasi.
“Dwelling time bisa rendah beberapa bulan, tapi tinggi di satu bulan. Misalnya ada libur panjang banget karena holiday atau lebaran, kebetulan lebaran kita dua minggu. Pelabuhan tidak boleh open, ya otomatis akan ada penumpukan di pelabuhan,” jelasnya.
Ia menambahkan, Indonesia memiliki karakteristik geografis berbeda dibanding Singapura yang dwelling time-nya jauh lebih singkat.
Banyaknya titik pelabuhan dan sebaran wilayah membuat waktu bongkar muat di Indonesia cenderung lebih panjang, sementara Singapura berfungsi sebagai pelabuhan transit dan transhipment.
Kendati begitu, Oza memastikan pihaknya terus mendorong perbaikan agar aktivitas logistik dalam negeri semakin efisien.
“Untuk dwelling time memang diharapkan targetnya sampai dengan akhir tahun 2025 ini 2,87 hari. Memang kita harap masih bisa terus melakukan perbaikan,” tandasnya.

