Demikian dikatakan aktivis media sosial Piul Andrio merespons bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah daerah di Aceh, Sumatera Barat (Sumbar), hingga Sumatera Utara (Sumut).
“Terjadinya kerusakan lingkungan hingga terjadinya bencana alam lahir dari kebijakan “goblok”, sangat erat hubungannya antara keputusan politik atau kebijakan publik dengan masalah lingkungan hidup,” kata Piul melalui akun Facebook pribadinya, dikutip Jumat .
Artinya, kata Piul, kerusakan lingkungan hingga terjadi bencana ekologis Sumatera bukan semata-mata akibat tindakan individu, tetapi hasil dari kerangka peraturan, kebijakan industri, dan prioritas ekonomi yang tidak berkelanjutan atau mengabaikan dampak ekologis jangka panjang.
“Poin argumentasinya: pemberian izin eksploitasi, insentif ekonomi yang salah, lemahnya penegakan hukum, prioritas pertumbuhan ekonomi di atas segalanya,” kata Piul.
Piul menerangkan, kebijakan yang terlalu mudah memberikan izin pembukaan lahan, pertambangan, atau penebangan hutan tanpa pengawasan ketat dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang mendalam berkontribusi terhadap kerusakan alam.
Piul turut menyoroti insentif ekonomi yang salah. Pemerintah dianggap memanjakan subsidi untuk bahan bakar fosil atau industri polutif, sementara energi terbarukan atau praktik ramah lingkungan kurang didukung.
Selain itu, menurut Piul melihat lemahnya penegakan hukum. Artinya kebijakan yang baik cuma di atas kertas, namun lemah dalam implementasi dan penindakan bagi pelanggar.
“Kebijakan yang mengejar pertumbuhan ekonomi jangka pendek dengan mengorbankan keberlanjutan sumber daya alam jangka panjang juga telah merusak alam,” demikian Piul.

