Demi mengamankan sisa target penerimaan yang jumbo, seluruh pegawai DJP diinstruksikan untuk menunda cuti tahunan selama bulan Desember 2025.
Instruksi ini tertuang dalam Nota Dinas internal yang diteken oleh Dirjen Pajak Bimo Wijayanto pada 2 Desember 2025. Kebijakan ini adalah sinyal tegas bahwa otoritas pajak sedang berjibaku melawan waktu.
“Dalam rangka pengamanan target penerimaan pajak tahun 2025, seluruh pimpinan unit di lingkungan DJP diminta untuk tidak mengajukan cuti tahunan pada Desember 2025, kecuali permohonan cuti tahunan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan hari besar keagamaan atau karena adanya kepentingan mendesak yang tidak dapat dihindari yang pengajuannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tulis Nota Dinas tersebut, dikutip redaksi di Jakarta, Sabtu 6 Desember 2025.
Keputusan ekstrem penundaan cuti bukan tanpa alasan. Hingga akhir Oktober 2025, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp1.459 triliun, atau setara 70,2 persen dari target APBN 2025 (Rp2.076,9 triliun).
Artinya, dalam dua bulan tersisa (November dan Desember), DJP harus mengejar sisa Rp614,9 triliun atau sekitar 29,8 persen dari total target. Situasi ini diperparah dengan realisasi pajak yang masih terkontraksi 3,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Direktur P2Humas DJP Rosmauli menjelaskan bahwa nota tersebut bersifat internal. Ia mengatakan pihaknya secara rutin melakukan penataan sumber daya manusia (SDM) menjelang akhir tahun untuk memastikan pelayanan kepada masyarakat dan pengamanan penerimaan negara berjalan optimal.
Menurutnya, pengaturan itu umum dilakukan banyak lembaga pemerintah pada periode krusial akhir tahun.
Untuk mengatasi defisit penerimaan yang besar ini, Dirjen Bimo Wijayanto dalam keterangan beberapa waktu lalu memaparkan strategi kunci yang harus diimplementasikan.
1. Akselerasi di Sektor Unggulan: Mempercepat dan memaksimalkan pembayaran pajak dari sektor-sektor yang masih menunjukkan pertumbuhan positif.
2. Hasil Pengawasan Awal Tahun: Mencairkan dan merealisasikan hasil dari seluruh kegiatan pengawasan, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang sudah berjalan sejak awal tahun.
3. Efek Jera (Deterrent Effect): Menguatkan kerja sama dengan APH (Aparat Penegak Hukum) dalam kasus tindak pidana perpajakan (termasuk korupsi/pencucian uang) untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
4. Andalkan Teknologi Coretax: Memperkuat sistem administrasi pajak dengan sistem Coretax untuk meningkatkan efisiensi proses, kualitas data, dan kepatuhan wajib pajak.
Seluruh jajaran DJP saat ini dalam posisi siaga penuh, berjuang mengamankan hampir sepertiga target pajak dalam hitungan minggu terakhir tahun 2025.

