Jakarta –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar forum “KPK Mendengar” dan mengundang sejumlah perwakilan masyarakat sipil. Perwakilan yang hadir seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) hingga Transparency International Indonesia (TII) menyoroti sejumlah masalah yang ada di KPK saat ini.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang hadir dalam forum tersebut menyoroti soal Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang enggan meminta maaf dan mengaku tidak malu saat Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kehadiran Alex dalam sidang praperadilan Firli juga menjadi kritik ICW kepada KPK dalam forum tersebut.
“ICW sendiri menekan beberapa hal, yang pertama persoalan dengan sosok Pak Alexander Marwata, yang kami soroti terkait dengan kehadirannya sebagai saksi di persidangan praperadilan Firli, kemudian komunikasi publik yang semakin memburuk. Saat itu kami menyoroti pernyataan Alexander Marwata saat mengatakan tidak malu, ketika Firli ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kurnia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023).
ICW juga menyoroti penindakan KPK yang menurun dari segi kualitas ataupun kuantitas. ICW pun memberikan catatan merah terkait ketegasan dalam penegakan etik di KPK.
“Tadi menyoroti beberapa kasus yang menjadi tunggakan di KPK misalnya Harun Masiku, terus penanganan suap bansos yang sebenarnya ada irisan kerugian negara tapi tidak ditindaklanjuti oleh KPK. Seputar itu tadi kami menyampaikan kepada KPK dan pimpinan KPK dalam hal penegakan etik sayangnya Dewan Pengawas tidak hadir,” kata dia.
“Kami juga menyoroti bagaimana fenomena one man show saat Firli Bahuri dan itu yang harus dihindari dalam hal Pak Nawawi sebagai Ketua sementara KPK,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekjen TII Danang Widoyoko menyampaikan ke KPK perihal penurunan besar terhadap indpendensi KPK. Selain itu, ada pula penindakan kasus korupsi yang mengalami tren penurunan.
Sekjen Tranparancy International Indonesia Danang Widoyoko (Adrial/detikcom)
|
“Yang paling besar sebetulnya penurunannya pada independensi KPK, jadi ini sekarang itu bukan lembaga independen. Yang kedua penndakan juga turun,” kata dia.
Adapun temuan terbaru di dalam studi Anti-Corruption Agency (ACA) Assesment 2023 yang dilakukan Transparency International Indonesia menemukan bahwa mayoritas 50 indikator yang terbagi dalam enam dimensi pengukuran kinerja KPK mengalami penurunan drastis.
Persentase penurunan terbesar terjadi pada dimensi independensi yang mengalami anjlok 55% (dari 83% di tahun 2019 menjadi 28% di tahun 2023), lalu dimensi penindakan yang mengalami penurunan sebesar 22% (dari 83% di tahun 2019 menjadi 61% di tahun 2023), serta dimensi kerja sama antar lembaga yang mengalami penurunan sebesar 25% (dari 83% di tahun 2019 menjadi 58% di tahun 2023).
Pihaknya juga merekomendasikan bahwa KPK harus dikembalikan seperti dahulu sebelum ada revisi Undang-Undang KPK.
“Rekomendasi kami pertama tentu KPK harus dikembalikan seperti yang dulu, seperti sebelum revisi undang-undang terutama posisinya sebagai lembaga independen karena penegakan hukum menjadi penting,” kata dia.
(ial/ygs)