Upaya tersebut dimatangkan melalui Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan para pakar dan guru besar dari berbagai perguruan tinggi untuk membedah kompleksitas aturan pesisir di Indonesia.
Ketua Umum HAPPI, Dr. Muh. Rasman Manafi mengungkapkan bahwa saat ini pengelolaan sempadan pantai rawan konflik akibat tumpang tindih regulasi sektoral. Menurutnya, aturan yang ada saat ini masih tersebar di berbagai Peraturan Menteri yang sering kali tidak sinkron.
“Kami mendorong pengaturannya naik ke level Peraturan Pemerintah (PP) agar lintas sektor memiliki satu acuan yang sama. Kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan perlindungan ekosistem tidak boleh berjalan sendiri-sendiri atau bahkan saling bertabrakan,” ujar Rasman dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat, 19 Desember 2025.
Rasman menekankan, sempadan pantai bukan sekadar batas administratif, melainkan zona penyangga ekologis. Kerusakan di zona ini akan berdampak berantai, mulai dari abrasi, banjir rob, hingga masuknya sampah laut ke permukiman. Penguatan melalui PP dinilai krusial karena memiliki daya ikat hukum yang lebih kuat dibandingkan Peraturan Menteri.
Sementara itu, Ketua HAPPI Sulawesi Tenggara, Dr. Ir. Andi Irwan Nur, M.Env.St., menyoroti paradoks penetapan jarak sempadan pantai sejauh 100 meter yang selama ini berlaku kaku. Ia menilai, kebijakan tersebut sering kali menciptakan ketidakpastian secara ekologis, sosial, maupun ekonomi.
“Secara sosial, aturan yang kaku mengancam ruang hidup komunitas pesisir dan memicu konflik antara hukum positif dengan kearifan lokal,” jelas Irwan.
Sebagai solusi, Irwan menawarkan Model Zonasi Terdiferensiasi yang membagi sempadan pantai ke dalam tiga zona strategis:
Zona Inti Perlindungan (ZIP): Untuk kepastian ekologis.
Zona Pemanfaatan Terbatas (ZPT): Untuk kepastian sosial.
Zona Pengembangan Ekonomi Biru (ZPEB): Untuk kepastian ekonomi.
Sekjen HAPPI, Syarif Iwan Taruna Alkadrie, menambahkan bahwa Naskah Akademik ini ditargetkan rampung pada akhir 2025. Hasilnya akan diajukan sebagai bahan pertimbangan resmi kepada pemerintah pusat.
“HAPPI berharap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang sempadan pantai dapat mulai dibahas pada 2026 sebagai fondasi baru tata kelola pesisir yang adil dan berkelanjutan,” tutur Syarif.
Sebelumnya, FGD pertama telah dilaksanakan di Surabaya untuk menyerap perspektif tekanan pembangunan di pusat ekonomi nasional. Sedangkan pemilihan Kendari bertujuan untuk menangkap karakteristik unik wilayah timur Indonesia yang didominasi pulau-pulau kecil.

