Jakarta –
Dalam membeli rumah, kerap ditemui beberapa masalah. Salah satunya ada selisih luas tanah antara yang ada di perjanjian dengan di lapangan. Lalu bagaimana solusinya?
Berikut pertanyaan pembaca detik’s Advocate:
Selamat pagi team redaksi,
Saya mau bertanya dan mohon bantuan solusinya,
Saya membeli rumah dengan dengan sistem KPR, semua prosedur telah selesai dan cicilan telah berjalan kurang lebih 2 tahun. Kurang lebih bulan November lalu notaris dari developer memberitahukan bahwa sertifikat HGB atas nama saya sudah terbit dan menawarkan untuk diubah menjadi SHM. Namun setelah saya crosscheck sertifikatnya terdapat perbedaan luas tanah, terdapat kelebihan luas tanah dari rumah yang saya beli.
Saya crosscheck kembali dengan dokumen yang saya pegang yaitu SPR dengan developer, dan Surat Pengajuan Kredit ke bank yang telah ditandatangani di atas materai bahwa benar adanya terdapat perbedaan luas tanah dengan sertifikat HGB yang telah terbit. Saya ingat juga AJB atau PPJB yang dituangkan luas tanahnya berbeda dengan sertifikat HGB yang telah terbit. Untuk dokumen ini belum bisa saya terima karena sertifikat HGB belum dikirimkan berkasnya ke bank dari notaris developer.
Saya segera menghubungi tim developer untuk cross check dan membuat klarifikasi. Namun setelah 2 minggu responnya hanya berupa Surat Pemberitahuan yang menerangkan bahwa terdapat perubahan luas tanah dari SPR sebelumnya dan saya diwajibkan membayar kelebihan tanah tersebut.
Saya rasa ini berkesan adanya paksaan dan jebakan karena dari awal saya mengikuti prosedur sebagaimana mestinya.
Pertanyaannya adalah :
1. Apakah hal tersebut merupakan wanprestasi dari developer yang tidak teliti atau kontrol semua berkas yang bersangkutan?
2. Kelebihan luas tanah berupa tanah kosong / hook yang belum saya gunakan, apakah saya bisa berargumen dan didukung berkas bahwa hak dan kewajiban saya hanya tanah yang dibeli sesuai dengan SPR dan AJB/PPJB?
3. Solusi yang terbaik jika developer tetap memaksa saya untuk membayar kelebihan tanah?
Terima kasih.
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik’s Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Handika Febrian, S.H. Berikut penjelasan lengkapnya:
Salam sejahtera Bapak, semoga selalu diberikan kesehatan dan kelancaran dalam setiap aktivitasnya.
Sebelumnya kami turut prihatin atas permasalahan yang disampaikan, mudah-mudahan penjelasan dari kami dapat sedikit memberikan jalan keluar terhadap hal tersebut.
Perlu kami jelaskan perbuatan jual beli tanah beserta dengan bangunan rumah yang disampaikan masuk ke dalam ranah perdata yaitu Perjanjian Jual Beli dengan sistem bantuan pembiayaan KPR dari bank yang ditunjuk oleh konsumen.
Terkait hal tersebut dalam hukum perdata terdapat subjek hukum yaitu konsumen dengan pihak developer yang kemudian ada pihak bank selaku pihak pembiayaan, yang kemudian objek hukumnya adalah tanah beserta dengan bangunan yang letaknya telah disepakati oleh para Pihak.
Bahwa untuk melihat kesesuaian antara pelaksanaan perjanjian antara para pihak, bapak dapat mengecek apakah diatur tentang klausul perbedaan luas yang tercantum di perjanjian dengan yang ada di buku sertifikat hak, lalu apabila diatur bagaimana cara penyelesaiannya untuk kedua belah pihak.
Para pihak harus tunduk terhadap perjanjian yang telah dibuat dan disepakati apabila hal tersebut berbentuk PPJB atau AJB berdasarkan (Pacta Sunt Servanda) bahwa setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Apabila hal terkait luasan tersebut tidak diatur maka pihak developer wajib untuk bernegosiasi kembali dengan konsumen terkait perbedaan luasan lahan tersebut, baik terkait luas tanah maupun harga per meter kelebihan tanah tersebut. Jika masing-masing sepakat maka konsumen dapat membayar kelebihan tanah sesuai dengan luasan yang ada di sertifikat hak tanah, jika tidak ada kesepakatan maka para pihak harus melakukan revisi atau perbaikan terkait luasan tanah yang ada di sertifikat hak atas tanah milik konsumen dan mengembalikan luasan besaran tanah hook kepada pihak developer.
Pihak developer tidak dapat memaksa konsumen untuk melakukan pembayaran karena secara prinsip perdata adalah keseimbangan dan kesepakatan antara para pihak, pihak developer hanya dapat memaksa konsumen melalui jalur gugatan hukum ke pengadilan.
Demikian yang dapat kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Handika Febrian, S.H.
Partner pada Febrian Siahaan Law Office
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
|
Kami harap pembaca mengajukan pertanyaan dengan detail,runutan kronologi apa yang dialami. Semakin baik bila dilampirkan sejumlah alat bukti untuk mendukung permasalahan Anda.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Saksikan Live DetikPagi:
Simak juga ‘Dishub Boleh Tilang Kendaraan Pribadi?’:
(asp/HSF)