Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan komoditas seperti kelapa sawit (CPO), kopi, teh, dan kakao merupakan produk strategis nasional, dan pasar AS sendiri menjadi tujuan penting bagi ekspor Indonesia.
“Kesepakatan ini cenderung menguntungkan. CPO, Kopi, Teh dan Coklat merupakan komoditas penting kita, dan AS adalah pasar yang sangat strategis. Ini akan positif bagi ekspor dan current account kita,” ujar Wijayanto kepada RMOL pada Rabu, 24 Desember 2025.
Namun, terkait permintaan Presiden AS Donald Trump agar Indonesia membuka akses terhadap mineral kritis, Wijayanto mengingatkan agar pemerintah bersikap hati-hati.
Ia menilai, hingga kini pasokan cadangan mineral jarang di Indonesia belum tercatat dengan baik.
“Terkait mineral jarang; kecuali nikel, nilai cadangan di Indonesia belum terukur dengan pasti, selain itu belum ada investor yang siap untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi,” jelasnya.
Meski demikian, Wijayanto menilai masuknya investor AS di sektor mineral kritis juga bisa menjadi peluang, selama kesepakatan yang dibangun bersifat adil dan saling menguntungkan.
“Jika investor AS bersedia masuk, tentunya ini merupakan kesempatan bagus bagi Indonesia, tentunya perlu dipastikan deal yang kita sepakati sifatnya win-win,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam kerja sama tersebut. Menurutnya, investor AS umumnya memiliki perhatian tinggi terhadap isu keberlanjutan.
“Selain itu, prinsip ESG perlu dikedepankan, dan biasanya investor AS relatif concern dengan isu ini,” sambungnya.
Wijayanto mengingatkan pemerintah agar belajar dari pengalaman kerja sama hilirisasi nikel dengan investor asing sebelumnya, yang dinilai belum memberikan manfaat optimal bagi Indonesia.
“Kita harus belajar dari kecepatan nikel dan hilirisasi dengan investor asing, dimana Indonesia bisa dikatakan tidak mendapatkan apa-apa, dan pada saat yang bersamaan lingkungan hidup semakin rusak,” pungkasnya.

