TNI menjelaskan bahwa peristiwa tersebut benar terjadi, bermula pada 25 Desember 2025 pagi, berlanjut sampai 26 Desember dini hari di Kota Lhokseumawe, ketika sekelompok masyarakat berkumpul, konvoi dan melaksanakan aksi demo. Sebagian mengibarkan bendera bulan bintang yang identik dengan simbol GAM.
“Demo itu juga disertai teriakan yang berpotensi memancing reaksi publik serta mengganggu ketertiban umum, khususnya di tengah upaya pemulihan Aceh pascabencana,” tulis keterangan Puspen TNI yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu, 27 Desember 2025.
Setelah menerima laporan, Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran segera berkoordinasi dengan Polres Lhokseumawe dan bersama personel Korem 011/LW serta Kodim 0103/Aceh Utara mendatangi lokasi.
Aparat TNI-Polri mengutamakan langkah persuasif dengan menghimbau agar aksi dihentikan dan bendera diserahkan. Namun karena imbauan tersebut tidak diindahkan, aparat melakukan pembubaran secara terukur dengan mengamankan bendera guna mencegah eskalasi situasi.
Dalam proses tersebut terjadi adu mulut, dan ada masyarakat yang memukul aparat/ Dandim dan Kapolres terkena pukulan dari masa aksi demo. Saat dilaksanakan pemeriksaan, ditemukan satu orang yang membawa satu pucuk senjata api jenis Colt M1911 beserta amunisi, magazen, dan senjata tajam.
“Yang bersangkutan kemudian diamankan dan diserahkan kepada pihak Kepolisian untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” lanjutnya.
TNI menegaskan bahwa pelarangan pengibaran bendera bulan bintang didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku karena simbol tersebut diidentikkan dengan gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan NKRI, sebagaimana diatur dalam Pasal 106 dan 107 KUHP, Pasal 24 huruf a, UU Nomor 24 Tahun 2009, serta PP Nomor 77 Tahun 2007.
Korlap aksi demo menyatakan bahwa kejadian tersebut hanya selisih paham dan sepakat berdamai dengan aparat. TNI menghimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi kebenarannya.
TNI dan pemerintah daerah serta aparat terkait akan terus mengutamakan pendekatan dialog, persuasif, dan humanis untuk meredam potensi konflik, menjaga stabilitas keamanan, serta memastikan masyarakat Aceh dapat fokus pada pemulihan kehidupan sosial dan ekonomi pascabencana. TNI berkomitmen menjaga Aceh tetap aman, damai, dan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

