Siapakah Yang Punya Kebijakan Dalam Pembagian Bansos?
Pada sistem penanganan fakir miskin di Indonesia, pembagian bantuan sosial memiliki peran krusial dalam mendukung kesejahteraan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, mekanisme pembagian bantuan sosial ditetapkan sebagai kewenangan Kementerian Sosial.
Mekanisme Pembagian Bantuan Sosial oleh Kementerian Sosial
Kementerian Sosial memiliki peran utama dalam menetapkan mekanisme pembagian bantuan sosial. Undang-Undang ini mengamanatkan Kementerian Sosial untuk menetapkan Daftar Penerima Bantuan Sosial (DTKS) sebagai dasar dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
Salah satu poin penting dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 adalah pembagian bantuan sosial harus didasarkan pada DTKS. DTKS adalah suatu data yang memuat informasi mengenai fakir miskin yang menjadi sasaran bantuan sosial. Kementerian Sosial bertanggung jawab mengembangkan, memelihara, dan memutakhirkan DTKS secara berkala.
Peran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 menjadi landasan hukum yang mengatur kewenangan Kementerian Sosial dalam pembagian bantuan sosial. Dengan adanya undang-undang ini, diharapkan penyaluran bantuan sosial dapat dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang membutuhkan.
Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pemutakhiran Data
Meskipun Kementerian Sosial memiliki peran utama dalam pembagian bantuan sosial, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 juga memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pemutakhiran data fakir miskin. Hal ini penting untuk memastikan bahwa data yang digunakan sebagai dasar pembagian bantuan sosial tetap akurat dan terkini.
Sinergi Antara Kementerian Sosial dan Pemerintah Daerah
Dalam konteks ini, sinergi antara Kementerian Sosial dan pemerintah daerah menjadi kunci keberhasilan. Keterlibatan pemerintah daerah dalam pemutakhiran data dapat menghasilkan DTKS yang lebih akurat, memungkinkan Kementerian Sosial untuk merespons kebutuhan masyarakat secara lebih tepat sasaran.
Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011, pembagian bantuan sosial di Indonesia bukan hanya sekadar inisiatif kebijakan tetapi juga terdokumentasikan sebagai kewenangan resmi Kementerian Sosial. Hal ini memberikan dasar yang kokoh untuk menjaga integritas, efektivitas, dan keadilan dalam upaya penanggulangan kemiskinan serta memberikan perlindungan kepada masyarakat yang paling rentan.
Belakangan ini, tindakan Presiden Joko Widodo yang terlibat langsung dalam pembagian bantuan sosial (bansos) tanpa melibatkan Kementerian Sosial menimbulkan kontroversi. Langkah Presiden Joko Widodo yang melewati Kementerian Sosial dalam pembagian bansos dianggap oleh beberapa ahli hukum sebagai melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Undang-Undang ini dengan jelas menetapkan kewenangan Kementerian Sosial sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas distribusi bantuan sosial.
Mengabaikan keterlibatan Kementerian Sosial dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem distribusi bansos. Koordinasi yang baik antara lembaga pemerintah merupakan kunci untuk menjaga integritas dan efektivitas dalam penanganan masalah sosial, khususnya dalam pembagian bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Dalam sistem hukum yang berlaku, konsistensi dengan landasan hukum menjadi hal yang krusial. Melanggar UU Nomor 13 Tahun 2011 dapat membuka peluang untuk perdebatan hukum dan menimbulkan keraguan terhadap kepatuhan pemerintah terhadap aturan yang telah ditetapkan.
Meskipun tindakan presiden Joko Widodo ini baik, hendaknya sebagai pemangku kebijakan dan pemimpin negara dapat memberikan contoh penerapan Undang Undang dengan baik. Apalagi di negara kita, Undang Undang ini merupakan dasar hukum yang kuat dan wajid ditaati oleh seluruh warga negara termasuk para pemangku kebijakan.