Close Menu
IDCORNER.CO.ID

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Warga Padati Bundaran HI Sambut Tahun Baru 2026

    December 31, 2025

    Deretan 10 Momen Besar Bulu Tangkis di Musim 2025

    December 31, 2025

    Tim Kesehatan Gabungan TNI dan Relawan Terobos Pedalaman Gayo Lues

    December 31, 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    IDCORNER.CO.IDIDCORNER.CO.ID
    • Homepage
    • Berita Nasional
    • Berita Teknologi
    • Berita Hoaks
    • Berita Dunia
    • Berita Olahraga
    • Program Presiden
    • Berita Pramuka
    IDCORNER.CO.ID
    Home»Berita Nasional»Dialektika Efisiensi dan Jebakan Keadilan Transaksional

    Dialektika Efisiensi dan Jebakan Keadilan Transaksional

    PewartaIDBy PewartaIDDecember 31, 2025No Comments3 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email




    Dalam perspektif teoritis, perubahan ini merefleksikan pertarungan klasik dari dua model proses pidana yang digagas Herbert L. Packer (1968), yakni Crime Control Model yang mengutamakan efisiensi penumpasan kejahatan, dan Due Process Model yang menekankan perlindungan hak asasi individu.


    Keberadaan KUHAP Baru mengklaim mengawinkan keduanya melalui hibridisasi sistem yang lebih modern. Dibalik janji manis efisiensi prosedural, tersimpan residu masalah yang perlu dikelola dengan hati-hati. Tersebab masih adanya ruang yang berpotensi mencederai rasa keadilan substantif masyarakat (Satjipto Rahardjo, 2009).
     
    Pedang Bermata Dua: Pragmatisme vs Keadilan Substantif



    Perihal yang paling krusial serta perlu dilakukan pembedahan mendalam mengenai pelembagaan Restorative Justice (keadilan restoratif) dan Plea Bargaining (pengakuan bersalah). Secara sosiologis, kedua hal tersebut adalah respons terhadap kegagalan sistem pemidanaan penjara (overcrowding) dan lambatnya proses peradilan.

    Sementara itu, penerapan Keadilan Restoratif (Pasal 79-88) membawa potensi risiko “komodifikasi hukum”. Sebagaimana dianalisis Septa Chandra (2023), bila politik hukum restorative justice seharusnya bertujuan memulihkan keseimbangan sosial, bukan sekadar mekanisme penghentian perkara.

    Dengan demikian, syarat “pemulihan keadaan semula” yang termuat dalam Pasal 79 KUHAP Baru, dan sering diterjemahkan sebagai ganti rugi materiil, berpotensi menciptakan bias kelas. Pelaku yang memiliki kekuatan ekonomi dapat “membeli” impunitas, sementara pelaku miskin meskipun korban boleh jadi telah memaafkan, berpotensi tetap akan diproses karena ketidakmampuan membayar restitusi.

    Situasi seperti ini mengonfirmasi simpulan Nabila Ihza (2025) bila tanpa integrasi yang berhati-hati, RJ dapat menjadi alat transaksional yang melegalkan ketimpangan.
     
    Kondisi yang sama bukan tidak mungkin terjadi pada adopsi Plea Bargaining (Pasal 78). Dimana, mekanisme ini berakar pada teori Utilitarianisme Jeremy Bentham, yang mengejar kemanfaatan dan efisiensi biaya.

    Berdasarkan temuan, Arky et al. (2024) tercatat bahwa politik hukum plea bargaining memang ditujukan untuk mengatasi penumpukan perkara. Proses adopsi dan transplantasi konsep Common Law tersebut ke Indonesia dapat berpotensi menyisakan bahaya innocent defendant’s dilemma.
     
    Di mana dalam struktur bantuan hukum yang belum merata, tersangka dari kalangan marginal rentan ditekan untuk mengaku bersalah, demi menghindari proses hukum yang berbelit dan ancaman pidana maksimal.

    Sehingga, jika fenomena tersebut terjadi, seolah kita tengah menukar kebenaran materiil yang menjadi jiwa sistem Civil Law, dengan efisiensi administratif semata (Lukman Hakim, 2023).
     
    Celah Intrusi Privasi dan Kontrol Yudisial

    Perlu pencermatan yang mendalam pada aspek lain yang mengkhawatirkan, terkait kewenangan upaya paksa, seperti penyadapan dan pemblokiran aset dalam “keadaan mendesak” tanpa izin hakim terlebih dahulu. Pada teori hukum acara pidana, setiap upaya paksa (coercive force) harus tunduk pada judicial scrutiny atau kontrol hakim untuk mencegah kesewenang-wenangan (Fachrizal Afandi, 2016).
     
    Sehingga bila diberikan diskresi terlalu luas kepada penyidik tanpa pengawasan ketat, terdapat celah potensi pelanggaran prinsip due process of law. Selaras dengan sejarah yang mengajarkan bahwa dalam relasi kuasa timpang antara negara dan warga negara, diskresi sering menjadi pintu masuk abuse of power. Diperlukan pengawasan horizontal antar-lembaga penegak hukum secara mutlak, bukan sekadar formalitas administrasi.

    Kultur Budaya Hukum Baru

    Pada akhirnya, keberhasilan implementasi dan eksistensi regulasi UU No. 20/ 2025 tidak hanya bergantung pada teks undang-undang (law in books), tetapi juga pada ranah budaya hukum (legal culture) dari aparat penegak hukumnya.

    Sebagaimana meminjam teori sistem hukum Lawrence M. Friedman, substansi hukum yang baik tanpa didukung struktur dan budaya hukum yang profesional hanya akan menjadi macan kertas.
     
    Sehingga, masa transisi menuju 2026 adalah periode kritis. Tantangan terbesarnya adalah memastikan bahwa jalan efisiensi melalui restorative justice dan plea bargaining tidak menjadi hak eksklusif dari gerbang yang hanya bisa diakses oleh kaum elite. Publik harus mengawasi wajah baru peradilan agar humanis dan berkeadilan, bukan sekadar cepat dan transaksional.
     
    Doktoral Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung





    Source link

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    PewartaID

    Related Posts

    Tim Kesehatan Gabungan TNI dan Relawan Terobos Pedalaman Gayo Lues

    December 31, 2025

    Komisi IV Pasang Badan Kawal Hak Kerja, Kesehatan, dan Pendidikan Warga

    December 31, 2025

    Refleksi Tahun 2025, DPR: Kita Harus Jaga Lingkungan!

    December 31, 2025

    Leave A Reply Cancel Reply

    Demo
    Don't Miss

    Warga Padati Bundaran HI Sambut Tahun Baru 2026

    Berita Teknologi December 31, 2025

    Jakarta, CNN Indonesia — Diguyur hujan, warga berbondong-bondong memadati Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat,…

    Deretan 10 Momen Besar Bulu Tangkis di Musim 2025

    December 31, 2025

    Tim Kesehatan Gabungan TNI dan Relawan Terobos Pedalaman Gayo Lues

    December 31, 2025

    Jamaah Ungkap Alasan Pilih Habiskan Malam Tahun Baru di Masjid Istiqlal : Okezone News

    December 31, 2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    Our Picks

    Warga Padati Bundaran HI Sambut Tahun Baru 2026

    December 31, 2025

    Deretan 10 Momen Besar Bulu Tangkis di Musim 2025

    December 31, 2025

    Tim Kesehatan Gabungan TNI dan Relawan Terobos Pedalaman Gayo Lues

    December 31, 2025

    Jamaah Ungkap Alasan Pilih Habiskan Malam Tahun Baru di Masjid Istiqlal : Okezone News

    December 31, 2025

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    Demo
    © 2025 ID Corner News

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.