JAKARTA – Perkembangan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang telah merambah berbagai sektor mulai dari interaksi digital hingga kesehatan bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, AI memiliki potensi besar bagi manusia, tetapi di sisi lain AI juga menghadirkan tantangan dan risiko yang sangat besar bagi peradaban.
Hal ini disampaikan Ir. Mochamad Hadiyana, M, Eng, Staff Ahli Menteri Bidang Teknologi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang menegaskan bahwa perlu adanya aturan untuk memastikan pemanfaatan AI aman dan tidak merugikan.
Berbicara dalam seminar bertajuk “Menuju Etika dan Regulasi AI di Indonesia, yang digelar di Hotel Le Meredien, Jakarta pada Senin (5/2/2024), Hadiyana menyebut aturan AI perlu dibuat secara ketat dan tepat guna terselenggaranya AI yang lebih bertanggung jawab.
“AI di satu sisi memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat. Namun di sisi lain memiliki tantangan dan risiko seperti implikasi etis, hukum, sosial, dan keamanan. Untuk itu regulasi AI diperlukan untuk memastikan pemanfaatan AI aman, terpercaya, dan berpusat pada manusia,” ungkapnya.
Lebih lanjut Hadiyana mengatakan bahwa Kominfo sendiri telah mengatur AI dalam Peraturan Menteri Kominfo No 3 Tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Dalam Perusahaan Berbasis Risiko.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Ruang lingkup yang diatur adalah penyelenggaraan aktivitas pemrograman yang mencakup konsultasi yang dilanjutkan analisis dan pemrograman yang memanfaatkan teknologi AI termasuk sub bagian dari AI seperti machine learning, natural language processing, dan sebagainya.
Menurut peraturan tersebut penyelenggaraan AI harus memenuhi standar kompetensi kerja nasional Indonesia, bersedia melaksanakan kegiatan aktivitas pemrograman sesuai peraturan perundang-undangan, dan membuat dan menerapkan kebijakan internal perusahaan mengenai data dan etika AI.
Selain itu penyelenggaraan AI juga harus bersedia melakukan publikasi inovasi dan pengembangan teknologi kepada publik dengan memperhatikan aspek privasi dan legalitas serta bersedia melakukan pelaporan atas aktivitas pengembangan teknologi AI secara berkala setiap satu tahun sebelum 30 April kepada Aptika Kominfo.
“AI adalah bidang yang terus berkembang dengan cepat dan diimplementasikan secara luas. Hal ini membuat sulit untuk memprediksi kemampuan AI di masa depan dengan akurat. Diperlukan regulasi AI yang memberikan fleksibilitas dan adaptabilitas dalam menghadapi skenario baru tanpa menghambat inovasi,” pungkasnya.
Dalam momen yang sama, Dr. I Nyoman Adhiarna, M. Eng, Sekretaris Ditjen Aptika Kominfo menyebut saat ini Kominfo juga telah merilis surat edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 Tentang Etika Kecerdasan Buatan yang bisa menjadi panduan bagi penyelenggaraan AI.
Surat edaran yang telah ditandatangani pada 19 Desember 2023 memuat tiga kebijakan yaitu nilai etika, pelaksanaan nilai etika, dan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan artifisial.
Menanggapi belum munculnya aturan AI yang lebih spesifik, Nyoman menilai bahwa pengaturan AI yang terlalu terburu-buru bisa memberikan dampak buruk. Menurutnya terlalu cepat mengatur AI justru akan meminimalisir manfaat yang bisa didapat dari AI.
“Mengatur AI ini kalau terlalu cepat diatur belum tentu bagus karena manfaat dari AI belum tentu kita bisa nikmati. Dan kita sendiri belum tentu tahu bagaimana mengaturnya,” ungkap Nyoman dalam paparannya.
Meski demikian, Nyoman menyampaikan bahwa terlalu lambat membuat aturan AI juga bisa memberikan dampak yang tidak baik. Ia menilai terlambat membuat aturan AI akan membuat efek buruk yang dapat dihasilkan oleh AI semakin meluas.