Jakarta –
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menjelaskan soal sanksi minta maaf kepada 78 orang pegawai KPK yang terbukti melakukan pungli di Rutan KPK. Menurutnya, keputusan itu telah sesuai aturan kode etik yang merupakan sanksi untuk pelanggaran berat pegawai.
“Sejak pegawai KPK beralih status menjadi ASN pada 2021, Peraturan Dewan Pengawas No. 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK memang mengadopsi sanksi pelanggaran etik yg berlaku bagi PNS sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil,” kata Syamsuddin Haris kepada wartawan, Sabtu (17/2/2024).
Minta maaf secara terbuka pun berlaku bagi pegawai negeri sipil (PNS) di instansi atau lembaga lain. Namun, aturan itu tak untuk pimpinan dan Dewas KPK.
“Seperti yang berlaku bagi PNS, sanksi pelanggaran etik terberat adalah permintaan maaf secara terbuka dan langsung di hadapan Pejabat Pembina Kepegawaian. Ketentuan sanksi ini tidak berlaku bagi Pimpinan KPK dan Dewas KPK, karena mereka bukan ASN/PNS,” katanya.
Dia pun menegaskan bahwa Dewas KPK merekomendasikan kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK untuk memberikan sanksi disiplin kepada 90 pegawai rutan KPK.
“Walaupun demikian, di dalam Putusan Dewas terkait pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh 90 pegawai Rutan KPK, direkomendasikan pula kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk memberikan sanksi disiplin. Sanksi disiplin terberat adalah pemberhentian sebagai ASN/PNS,” katanya.
Syamsuddin pun mengungkit soal kasus petugas Rutan KPK yang melecehkan tahanan. Sidang Etik KPK memutuskan bahwa pelaku harus meminta maaf secara terbuka. Kemudian, diberi sanksi disiplin oleh Sekjen KPK.
“Sanksi disiplin adalah wewenang Sekjen KPK selaku Pejabat Pembina Kepegawaian. Contohnya seorang pegawai rutan KPK berinisial M yang melakukan pelecehan seksual terhadap istri tahanan. Di sidang etik dia dihukum berat minta maaf secara terbuka langsung, tapi disanksi disiplin dia diberhentikan sebagai ASN/PNS KPK,” katanya.
Kritikan Novel Baswedan
Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, mengkritik putusan Dewas KPK yang hanya memberikan sanksi permintaan maaf kepada pelaku pungutan liar atau pungli Rutan KPK. Novel menilai Dewas telah mengolok-olok wajah KPK sebagai lembaga antikorupsi.
“Dewas dan pimpinan KPK sedang mengolok-olok KPK dengan memberikan sanksi minta maaf terhadap orang yang berbuat korupsi,” kata Novel saat dihubungi, Jumat (16/2).
Novel mengatakan vonis etik dari Dewas KPK hanya akan membuat kepercayaan publik kepada KPK semakin menurun. Publik, kata Novel, bisa menilai Dewas KPK tidak serius dalam memberikan sanksi kepada pegawai KPK yang terlibat pelanggaran etik.
“Dengan sanksi yang permisif seperti itu, orang akan marah kepada KPK dan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap KPK,” ujar Novel.
Menurut Novel, KPK harus melakukan evaluasi menyeluruh dalam mencegah terjadinya praktik pungli di Rutan KPK. Dia mengatakan evaluasi itu juga bisa dimulai dengan mengganti anggota Dewas KPK yang permisif terhadap perbuatan korupsi yang melibatkan pihak internal KPK.
“Pengawasan di KPK mesti dibenahi dimulai dengan mengganti para anggota Dewas KPK yang justru selama ini permisif terhadap perbuatan koruptif di KPK. Inspektorat KPK harus bisa memetakan potensi penyimpangan di dalam KPK dan kemudian melakukan penguatan pada bidang-bidang yang rentan terjadi penyimpangan atau koruptif,” jelas Novel.
(aik/idh)