Jakarta –
Terdakwa pasangan suami istri Hade Suraga dan Febriana Retno Wisesa mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan terkait pembobolan dana bank sebesar Rp 5,1 miliar di kawasan BSD, Tangerang Selatan, Banten. Keduanya menyebut dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum tidak cermat.
“Dalam dakwaan yang dibuat tidak menyebutkan secara teliti proses pendaftaran menjadi nasabah prioritas serta tidak menjelaskan pihak yang berwenang dalam melakukan persetujuan permohonan dalam pembuatan kartu kredit infinitif, sehingga dakwaan penuntut umum terdapat kekurangan dan kekeliruan,” kata Rahmad Syahputra selaku kuasa hukum kedua terdakwa saat sidang di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (6/3/2024).
Rahmad mengatakan dakwaan jaksa tidak cermat karena tidak menyebutkan tempat perbuatan dalam kronologis perbuatan terdakwa. Dia menyebut hal itu tidak disebutkan di dakwaan sehingga ada kekurangan informasi yang esensial di materi dakwaan.
“Dalam dakwan disebutkan tindak pidana dilakukan terdakwa di kantor Sentra Layanan Prioritas (SLP) Cabang Bumi Serpong Damai. Sementara Kantor Sentra Layanan Prioritas Cabang BSD hanyalah tempat dibuatkannya rekening tabungan bisnis serta tempat mendaftarkan rekening tersebut untuk menjadi nasabah prioritas kemudian diajukan permohonan kartu kredit infinitif ke kantor pusat,” katanya.
Rahmad mengatakan jaksa tidak memerinci jelas peran dan perbuatan terdakwa. Pihaknya meminta hakim untuk tidak melanjutkan sidang dan mengeluarkan terdakwa dari tahanan.
“Agar majelis hakim menerima nota keberatan untuk seluruhnya, menetapkan pemeriksaan terdakwa tidak dilanjutkan dan memerintahkan penuntut umum untuk mengeluarkan terdakwa dari tahanan,” katanya.
Didakwa Bobol Bank Rp 5,1 M
Pasutri ini didakwa melakukan pembobolan bank yang berkantor di kawasan BSD Tangerang Selatan. Keduanya didakwa membobol bank menggunakan 41 kartu kredit nasabah fiktif dan meraup uang sebesar Rp 5,1 miliar.
Jaksa penuntut umum (JPU) Satrio Aji Wibowo dalam dakwaannya mengatakan terdakwa Hade dan Febriana me-referral atau merekomendasikan calon nasabah fiktif untuk dibuatkan rekening tabungan jenis program tertentu di bank tersebut. Febriana sendiri adalah karyawan di bank tersebut.
“Diajukan sebagai nasabah prioritas dan mengajukan kartu kredit infinitif tanpa izin dan tanpa persetujuan ke 41 calon nasabah yang namanya dipergunakan oleh Terdakwa untuk dibukakan rekening tabungan sebagai nasabah prioritas dan mengajukan kartu kredit infinitif,” kata JPU Satrio di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (28/2).
Pembuatan rekening itu juga katanya tanpa dihadiri oleh 41 nasabah. Di pembukuan tabungan juga terdapat 24 nasabah yang dalam pembukaan rekening tabungan itu tidak disertai dengan setoran awal.
“Terhadap kartu ATM oleh Febriana dan Hade dilakukan aktivasi tanpa izin nasabah dan didaftarkan internet banking tanpa dihadiri calon nasabah,” katanya.
Yang dilakukan kedua terdakwa, kata JPU, telah melanggar ketentuan operasional di bank tersebut, surat edaran tentang disiplin peraturan pegawai, dan juknis mengenai teknis e-registrasi nasabah bank prioritas.
Selain itu, terdakwa telah melanggar aturan mengenai kartu kredit bank dan SK mengenai pelayanan bagi nasabah prima. Akibat perbuatannya, kedua terdakwa juga telah memperkaya diri sendiri dan orang lain sebesar Rp 5,1 miliar.
Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 dan/atau Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Atas dakwaan ini, kedua tersangka menyampaikan langsung di hadapan majelis hakim akan mengajukan eksepsi.
“Kami mengajukan eksepsi, Yang Mulia,” ujar kedua terdakwa.
(whn/whn)