Kita akan membahas tentang bagaimana karakter Nabi Muhammad SAW terbentuk. Karakter merupakan fondasi yang menentukan bagaimana seseorang bereaksi terhadap berbagai situasi, mengambil keputusan, dan berinteraksi dengan orang lain. Pentingnya karakter terletak pada kemampuannya untuk membimbing individu dalam menjalani kehidupan dengan integritas, tanggung jawab, dan moralitas yang tinggi. Karakter yang kuat memungkinkan seseorang untuk menghadapi tantangan dan godaan dengan teguh, menjalani kehidupan dengan prinsip-prinsip yang kokoh, serta memberikan kontribusi positif bagi diri sendiri dan masyarakat.
Karakter Nabi Muhammad SAW terbentuk dari dua fase yang menakjubkan. Fase pertama dimulai saat beliau masih menggembala, di mana karakter penyayang dan sabarnya sudah tampak sejak usia 8-12 tahun. Pada masa itu, Nabi Muhammad SAW merasakan prihatin atas kondisi ekonomi keluarga Abu Thalib. Menggembala kambing menjadi tanggung jawabnya, sebuah tugas yang tidak memerlukan biaya dan relatif tidak berisiko bagi seorang anak berusia 8 tahun. Nabi Muhammad SAW senang bermain di alam terbuka dan secara teknis bertugas untuk menjaga dan mengawasi kambing, mencari padang rumput subur, memberi minum, dan memastikan kesehatan kambing. Pekerjaan ini menanamkan dalam dirinya rasa tanggung jawab, kesabaran, dan kasih sayang terhadap hewan. Di padang pasir, beliau juga belajar tentang alam dan merenungkan kebesaran Allah SWT. Kehidupan sederhana dan dekat dengan alam membentuk kepribadian beliau yang rendah hati dan bersahaja.
Fase berikutnya adalah saat beliau memasuki dunia dagang, yang membentuk karakter amanah hingga bergelar Al Amin pada usia 12-39 tahun. Berdagang membawa beliau pada perjalanan yang menakjubkan. Pada usia 12 tahun, Nabi Muhammad SAW mulai menemani pamannya berdagang ke berbagai wilayah, belajar tentang berbagai budaya, menjalin relasi, dan mengasah kemampuan negosiasi. Kejujuran dan integritasnya dalam berdagang membuatnya mendapatkan julukan “Al-Amin”. Pada usia 20 tahun, beliau mulai berdagang secara mandiri dengan modal dari Khadijah binti Khuwailid, seorang pengusaha wanita yang terkesan dengan kejujuran dan kecakapannya. Beliau dikenal sebagai pedagang yang sukses dan selalu memberikan keuntungan yang adil bagi para mitranya.
Menikah dengan Khadijah juga menjadi bagian dari fase ini, dimana Khadijah terkesan dengan kepribadian Nabi Muhammad SAW yang jujur, amanah, dan cerdas. Pernikahan ini memberikan dukungan moral dan finansial bagi beliau dalam menjalankan usahanya. Kesetiaan dan kasih sayang Khadijah menjadikannya istri yang setia dan ibu yang penuh perhatian. Selain itu, fase berdagang juga membantu beliau menjadi pemimpin yang bijaksana dan mendapat persiapan menuju kenabian, dimana pengalaman ini membantunya dalam memahami kebutuhan umatnya dan menyampaikan risalah Islam dengan cara yang efektif. Dari fase menggembala dan berdagang, terbentuklah sifat-sifat baik seperti sidiq (jujur/benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan wahyu), dan fathanah (cerdas).