Skandal pungutan liar atau pungli di Rutan KPK menjadi sorotan publik. KPK lalu menetapkan 15 pegawainya sendiri sebagai tersangka.
Dirangkum detikcom, Senin (18/3/2024), kasus itu menambah daftar catatan hitam di KPK. Pasalnya, sebelumnya mantan Ketua KPK Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka di Polda Metro Jaya atas kasus pemerasan kepada Syahrul Yasin Limpo.
Pungli di Rutan KPK telah terjadi sejak tahun 2019 hingga 2023. Selama empat tahun para pelaku berhasil mengumpulkan uang hingga mencapai Rp 6,3 miliar.
Para tersangka lalu dihadirkan dalam jumpa pers kasus tersebut yang digelar KPK pada Jumat (15/3). Pimpinan KPK turut menyampaikan permintaan maaf atas kasus korupsi yang terjadi di institusi pemberantasan korupsi.
“Kami pimpinan KPK menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (15/3).
Kritik soal Korupsi Sistemik di KPK
Sebanyak 15 pegawai KPK telah ditetapkan sebagai tersangka pungli di Rutan KPK. Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM menilai kasus itu sebagai ironi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Ini satu hal yang sangat ironis, kenapa? Karena tindak pidana korupsi diduga terjadi di institusi pemberantasan korupsi dan ini berarti para petugas rutan akan menghuni rutan, akan berada di dalam rutan dulu mereka bertugas menjaga. Jadi dulu mereka bertugas menjaga rutan, sekarang mereka masuk ke dalam rutan dan dijaga oleh petugas lainnya,” kata peneliti dari Pukat UGM, Zaenur Rohman, saat dihubungi, Minggu (17/3/2024).
Tersangka pungli rutan KPK (Adrial/detikcom)
|
Zaenur mengatakan kasus pungli rutan itu juga menunjukkan adanya kegagalan sistem di KPK. Puluhan pegawai yang terlibat dan 15 di antaranya menjadi tersangka menjadi bukti ada korupsi yang bersifat sistemik di tubuh KPK.
“Ironi ini menunjukkan betapa problem di KPK sangat serius. Saya lihat korupsi di KPK sistemik,” katanya.
“Karena kan berarti dari level para pimpinan misalnya terlihat dari eks Ketua KPK Firli Bahuri jadi tersangka juga sampai level paling bawah di level pegawai itu rusak. Ini menunjukkan kerusakan yang merata, ini sistemik dari level atas sampai level bawah,” sambung Zaenur.
Pukat UGM juga menyoroti adanya tersangka pungli rutan dari institusi lain yang diperbantukan di KPK. Zaenur mengatakan kasus tersebut harus menjadi alarm agar pegawai KPK tidak diisi dari pihak eksternal.
“PNS-PNS dari luar KPK yang ditempatkan di KPK saya melihat ini mereka membawa penyakit dari luar. Kemudian, ketika bekerja di KPK, penyakit itu tetap lestari karena penyakit itu sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun,” tutur Zaenur.
Dia menambahkan, hal itu makin diperparah setelah tidak adanya sistem di KPK yang bisa melakukan pengawasan ketat kepada seluruh pegawai yang bekerja di lembaga antirasuah tersebut.
“Sayangnya, KPK tidak punya sistem untuk memastikan bahwa penyakit dari luar itu hilang di KPK. Justru KPK terinfeksi penyakit dari luar ini dan itu ditunjukkan dari beberapa pegawai itu memang adalah pegawai non-organik KPK. Mereka sebenarnya PNS dari kementerian atau lembaga dari luar KPK yang ditempatkan di KPK,” ujar Zaenur.
Desakan Dibentuk Tim Independek untuk Investigasi KPK
Kasus pungutan liar atau pungli di Rutan KPK telah mencoreng KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi. Kasus itu dianggap bukti telah terjadi korupsi sistemik di KPK.
“Proses pengusutan ini menambah daftar panjang korupsi yang terjadi di KPK yang apabila dilihat terjadi secara lengkap, mulai dari tahap pimpinan dengan Firli Bahuri, penyidikan dengan kasus Robin sampai dengan penahanan dengan kasus korupsi rutan. Artinya korupsi sudah terjadi secara sistemik di internal KPK,” kata Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, kepada wartawan, Minggu (17/3/2024).
Praswad mengatakan kerusakan di KPK telah terjadi sejak disahkannya revisi UU KPK. Dia menyebut aturan itu menghilangkan nilai independensi KPK hingga menimbulkan sejumlah pelanggaran mulai dari level pegawai hingga pimpinan KPK.
“Ini cara pandang utama yang harus dilihat masyarakat. Jangan sampai seakan dibuat jarak bahwa rutan terjadi korupsi, sedangkan pimpinan tidak tau apa-apa. Ini korupsi sistemik yang melembaga di KPK dan terjadi secara massif pascarevisi UU KPK,” katanya.
IM57+ turut menyoroti fungsi pimpinan KPK dalam serangkaian pelanggaran yang terjadi selama ini. Praswad menilai kasus pungli rutan dengan tersangka 15 pegawai KPK harus membuat pimpinan KPK saat ini mundur dari jabatannya.
“Berangkat dari persoalan tersebut seharusnya pimpinan saat ini diberhentikan karena gagal menjaga integritas kelembagaan dan bahkan terjadi secara massif. Tidak tau malunya pimpinan KPK dengan terus mempertahankan jabatan akan menjadi daya rusak berkelanjutan terhadap KPK,” jelas Praswad.
Lebih lanjut Praswad juga mendesak adanya tim independen dalam melakukan investigasi menyeluruh di KPK. Tim independen itu harus melibatkan peran aktif dari kelompok masyarakat sipil.
“Perlu dibentuk tim independen yang melibatkan masyarakat sipil untuk melakukan investigasi secara menyeluruh di KPK. Hal tersebut diiringi dengan pengambilan kebijakan secara kongkrit dalam penanganan korupsi baik penindakan yang terlibat melalui proses penegakan hukum sampai pengembalian KPK kepada khitoh awal,” ujar Praswad.
“Tangkap para koruptor di KPK dan pulihkan KPK,” sambungnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya: